Mozaic

Hendra Purnama
Chapter #19

INDRA: Dua Lelaki di Sebuah Cafe 1

Indra memicingkan mata, menatap panggung kecil di café ini. Sudah ada empat orang di sana, memainkan biola, duduk berderet dengan jas hitam, memainkan nada-nada yang saling mengisi. Mata mereka terpejam, kepala mengangguk-angguk, sementara latar belakang panggung hanya bunga-bunga dan sebentuk tirai keemasan. Indah sekali. 

Dia cukup kenal lagu yang mereka mainkan sebab sering juga diputar di laptopnya, Come Prima ciptaan Paolo Taccani. Tanpa sadar jarinya mengetuk-ngetuk, menikmati buaian dawai. Serasa ada yang menyemai melihat semua itu. Makin lama suara biola makin jelas. Ringan. Santai. Belah. Sinar. Bias. Sepoi. Lambat. Gelombang. Ah, adakah kata untuk menggambarkannya?

“Kamu suka lagu ini?” ada pertanyaan dari orang di sebelahnya.

Indra menoleh dan mendapati raut wajah itu, raut wajah yang akhir-akhir ini jadi mengeras. Temannya, akhir-akhir ini dia jadi lebih pendiam, sedari tadi sebenarnya dia ada tapi begitu diamnya dia hingga Indra tak sadar dia sudah di sana. Seperti duduk sendiri ditemani kursi dan meja.

Beberapa hari yang lalu istrinya meninggal, dibunuh orang, lalu mayatnya dikubur dalam tumpukan makanan babi. Betapa tragis, dan kemarin dia menerima email singkat, sangat singkat yang menyebabkan mereka bertemu lagi di café ini.

“Kamu luka?”

“Luka bakar di tangan kiri, lalu ada luka di punggung, sisanya cuma lecet dan memar, tidak ada yang parah.”

“Bagaimana rumahmu?”

“Habis! Saya cuma bisa menyelamatkan ini…” Dari sakunya dikeluarkan sebuah kitab suci ukuran kecil, diletakkannya di dekat laptop yang dari tadi menyala.

Temannya mengetik sesuatu lalu memutarkan laptop, Indra membaca di layar terbuka sebuah email “Pengirimnya tidak jelas, tapi ini jelas ancaman…” ujar temannya, Indra membaca email itu.

“Rumah kamu itu baru permulaan, berikutnya kamu! Anjing!”

Indra mencari nama pengirim: 34254877@bgim.telnet.it. Indra mendengus ringan, menggelengkan kepala, “Ini dari server Italia, pasti server tidak dikenal.”

“Kamu bisa tahu nama pengirimnya?”

Indra menggeleng “Itu cara kirim-kirim pesan tanpa nama di dunia internet, sebenarnya fasilitas begini dibuat untuk mereka yang berhubungan dengan hal seperti konsultasi AIDS, kecanduan alkohol, atau menentang rezim penguasa. Tapi prakteknya siapapun bisa gunakan fasilitas ini untuk apapun.”

“Berarti yang mengirim ini orangnya mengerti internet ya?”

“Bisa saja, tapi bisa juga tidak, mungkin dia ke warnet dan minta bantuan operator? Bisa saja kan?”

“Jadi bukan berarti ada orang di Italia yang mengancam saya?”

“Pengirimnya bisa di manapun, tapi mail server-nya di Italia.”

“Kalau saya tanya langsung, apa mereka kasih tahu nama pengirimnya?”

“Aku yakin tidak, justru itu tujuan server begini, untuk menyembunyikan identitas pengirim, kamu minta tolong polisi sekalipun, mereka pasti tidak bisa!”

Lihat selengkapnya