“Bagus! Kalau sudah begini aku yang repot!” Itu suara Airin.
Sayup-sayup, dari dapur Indra mendengar suara Airin merutuk di ruang tamu. Sengaja dia memanggil Airin ke sini, sebab dia merasa perlu menceritakan dua mimpi terakhirnya, mimpi yang aneh, bukan tentang Sulisati tapi tentang perempuan berjilbab darah. Indra merasa mimpi itu bukan sekedar mimpi yang bersambung atau berkait, tapi ada sesuatu di sana, entah apa. Lalu sesuai perjanjian yang dulu mereka lakukan, setiap ada perkembangan apapun Indra harus bilang maka sekarang dia mengontak Airin dan mereka setuju bertemu di rumah Indra.
Airin datang dengan suasana hati yang kurang nyaman, Indra bisa menebak, Sebagian mungkin karena dia sedang haid (Airin yang mengatakannya, bukan Indra menebak. Sejak SMA Airin selalu jadi manusia super sensitif setiap kali haid), sebagian lagi pasti karena sulit menemukan rumah ini. Sebab ini pertama kalinya Airin datang ke rumah Indra, biasanya setiap pertemuan mereka lakukan di luar.
Sambil menyiapkan minuman Indra memandang ke luar. Dari jendela dapur dia bisa melihat sungai yang mengalir tepat menghantam dinding belakang, lalu rumah-rumah kardus di seberangnya. Dia sengaja memilih sewa rumah di tempat seperti ini karena selain murah, suasananya juga sepi. Dia memang selalu kesal bila merasa kesepian, tapi kadang dia rindu suasana yang membuat dia kesepian. Sementara itu dia masih mendengar rutukan Airin
“…bandel! Sudah kularang kamu jalan malam, sudah kularang kamu terlalu capek, ini malah dua malam berturut-turut jalan-jalan sampai tengah malam, jadinya kamu kelelahan kan? stress kan? dan sekarang kamu mimpi buruk…”
Indra tersenyum, dia memang tidak melihat tapi dia tahu Airin pasti sedang menghadapi laptopnya, mengetik sesuatu. Tadi Indra sudah menceritakan mimpinya, sejauh yang dia bisa ingat. Pasti Airin sekarang sedang mencatat, menganalisa, atau apapun itu. Indra tidak pernah benar-benar paham, sebab baginya meski kehadiran Sulisati adalah sesuatu yang masih misteri, tapi juga bukan sesuatu yang menarik untuk penelitian S2. Begitu juga mimpi-mimpinya kemarin. Sudah lama dia mengacuhkan setiap jengkal mimpi yang dia alami, kalau bukan karena Airin yang memaksa memberitahukan setiap perkembangan, rasanya malas mengingat setiap mimpi. Sebab mimpi seperti kembang api, memiliki panas tapi bukan sumber energi. Sebuah mimpi pasti memiliki cerita, tapi jelas bukan kenyataan. Jadi mengapa dipusingkan?
Dia melangkah ke depan dengan nampan berisi dua cangkir minuman dan makanan. Benar saja, di depan Airin sedang mengetik sesuatu di laptop, wajahnya serius. Kacamatanya sedikit melorot. Hari ini dia mengenakan jilbab corak batik, ah dia memang selalu berwarna, apapun itu artinya.
“Masak apa kamu?” Airin memandang nampan.
“Terigu, campur air, digoreng, pakai selai dan mentega. Coba makan!”
“Mirip pancake ya?” Dia mengambil satu, memakannya. Tersenyum.
“Iya, tapi tidak pakai telur dan susu, habis! Aku belum beli lagi…”
Indra duduk di depan Airin “Gimana Air? sudah dapat apa?”
Airin menggeleng, “Aku masih mencatat, belum analisa. Tapi aku heran juga kamu bisa ingat mimpi kamu sampai sejauh itu, soalnya teorinya bilang bahwa dalam lima menit setelah kita bangun, kita tuh langsung lupa sama setengah mimpi kita, malah kalau sudah sampai sepuluh menit kita bisa lupa sampai sembilan puluh persen! Apa kamu mulai mirip sama Robert Stevenson ya?”
Indra tersenyum kecil, Robert Stevenson, pengarang “Dr Jekyll and Mrs. Hyde” yang mengaku mendapatkan inspirasi cerita tersebut ketika ia sedang bermimpi dan berhasil menuliskan semuanya hingga cerita itu jadi terkenal di seluruh dunia. Aku tidak seperti itu, tapi yang pasti mimpiku bisa bantu kamu dapat gelar S2, lalu mungkin setelah itu kamu bisa kerja di luar negeri, dan jadi kaya.
Dia memandang ke luar, melewati bahu Airin, matanya menangkap kupu-kupu bersayap kelabu yang terbang di halaman. Tapi kupu-kupu itu tidak kunjung masuk rumah Indra, padahal jaraknya sudah sangat dekat dengan jendela.
Kupu-kupu sering diidentikkan dengan tamu atau kabar berita, tapi dia tidak percaya itu ada hubungannya. Lagipula kenapa aku malah memikirkan itu? Apa hubungannya dengan Airin? Apa hubungannya denganku? Apa hubungannya dengan kamu?