Airin berpikir “Maksudmu, kesalahan para pecinta peternakan babi itu dalam memahami cinta mereka? Itu kan?”
Sulisati mengangguk, wajahnya tampak puas ”Aku tidak pernah setuju akan pembunuhan, apalagi pembunuhan yang didasari rasa cinta yang berlebihan dan salah pemahaman. Sekarang kamu paham kan kalau cinta yang salah dipahami akan sangat berbahaya?” Sulisati menatap Airin yang sedang minum, Airin merasa perlu mengambil jeda, semua informasi ini terlalu mendadak dan banyak!
“Ya, aku paham, terus?”
“Sekarang kita lihat apa yang terjadi pada Zaki, ah kita sudah tahu bagaimana perasaan cinta dia yang dalam terhadap Irwan. Mendengar Nisa terbunuh, mendengar kesusahan yang dialami oleh pujaan hatinya itu Zaki tergerak untuk menolong Irwan keluar dari kesusahannya, sepakat?”
Airin mengangguk “Maksudmu... Zaki bergerak karena rasa cintanya pada Irwan. Sama seperti pembunuh tadi bergerak karena rasa cintanya pada peternakan babi, begitu kan?”
Sulisati mengangguk, Airin menukas “Sebentar, aku tidak sependapat kalau Zaki dipersalahkan.”
“Kenapa?”
“Karena, pada masalah peternakan babi itu jelas, gerakan atas dasar cinta mendorong sebuah pembunuhan, dan pembunuhan pada jenis ini jelas merupakan sesuatu yang salah. Tapi untuk Zaki? Apa tindakannya bergerak menolong Irwan itu salah? Aku kira itu manusiawi! Apa itu berarti Zaki salah memahami cinta juga?”
Sulisati tersenyum, “Pada Zaki, yang salah bukan cara bergeraknya, tapi waktunya. Kedatangannya menemui Irwan menurutku... tidak salah, hanya saja dia datang di saat yang tidak tepat. Terkadang ketika kita salah memahami cinta, tindakan yang semestinya baik malah menjadi tidak baik. Malah seperti terlalu memaksakan. Mengerti maksudku kan?”
Airin mengangguk, dia merasa mulai bisa menyambungkan pola pikir Sulisati, sebenarnya beberapa penjelasan Sulisati membuatnya mempertanyakan hal-hal lain, tapi dia memutuskan menyimpannya dulu, Airin menatap catatannya “Nisa sudah, Zaki sudah... sekarang?”
“Irwan, atau lebih tepatnya keputusan Irwan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara itu. Ironis kan?”
Airin merenung, memandang langit yang sedikit mendung “Ya, ironis, teman laki-laki terbaik waktu di kampus, aktivis masjid yang kuat, laki-laki yang waktu aku kenal masih sehat jasmani dan rohani ternyata, harus bunuh diri.”
“Itulah hidup Air, banyak belokan yang tidak kita duga, dan semuanya karena satu hal tadi.”
“Benang merah?”
Sulisati mengangguk “Tindakan Irwan tidak muncul begitu saja, ada pemicunya, ada kejadian sebelumnya, dan jelas di sini ada kesalahpahaman juga dalam memaknai cinta.”
“Seperti apa?”
“Begini, Irwan sangat cinta pada istrinya, dia ingin kasus pembunuhan istrinya segera terungkap. Ini perilaku wajar, memang seharusnya begitu kan?.”