“Ya, kamu juga memiliki dorongan yang sama. Orang yang cinta peternakan babi akan menolong peternakan itu dari kesusahan meski harus membunuh. Zaki yang cinta Irwan akan berusaha menolong Irwan meski dia melanggar banyak hal dalam soal waktu, dan kamu...”
“Aku? Kenapa?” Airin mendadak berdebar..
Mata Sulisati seperti menerawang ke tempat yang jauh “Jangan khawatir Air, aku kenal Indra, dan aku tidak akan membiarkannya begini terus, sakit dan larut dalam kepekatan karena merasa kehilangan cinta. Dan yang membuat aku tenang, dalam kehidupannya ada banyak cinta untuk Indra, salah satunya darimu...”
Airin tertohok. Kok dia tahu? Ah, tapi cinta tidak bisa dimaknai sesempit itu! Sudut pandang dia terlalu sempit nih...
“Kenapa? Semua tindakan kamu justru mencerminkan itu! kamu juga memiliki dorongan hati untuk menolong orang yang kamu cintai keluar dari kesusahannya. Nalurimu yang bicara, dan naluri tidak pernah menipu!”
Airin masih berusaha mengelak. “Sebenarnya tidak juga, kan kita harus menolong sesama, bahkan yang tidak kenal sekalipun, kalau dia sedang kesusahan tetap harus ditolong.”
Sulisati menatap Airin, raut wajahnya seperti memaklumi kalau Airin ingin menghindar. “Memang, tapi kalau pada orang yang tidak kita kenal saja, kita terdorong untuk menolong. Apalagi pada orang yang kita cintai... betul kan?”
Airin mengangguk, sedikit merasa lega gawat kalau dia tahu, sebab kalau dia tahu berarti Indra juga tahu! Aku mau Indra tahu tapi tidak sejelas ini, harus berangsur-angsur dong!
“Yah, aku paham... tapi biar bagaimanapun, faktanya adalah kita berdua mencintai Indra. Aku tidak ingin ada hal-hal buruk terjadi lagi pada Indra.” Sulisati menatap mata Airin begitu dalam.
Airin berpikir sejenak, apa mungkin bisa alter diajak kerja sama? Apa aku harus percaya pada alter? Tapi yah, aku harus ambil resiko. “Oke. Aku bantu dari luar, kamu dari dalam. Aku percaya kamu, tolong jangan kecewakan aku dan Indra.”
“Ya tentu, Air. Aku tidak akan mengecewakan kalian, dan aku juga percaya padamu. Kamu pasti bisa menyelesaikan ini semua.”
Airin mengaduk minumannya, berpikir, masih ada beberapa pertanyaan yang mengganjal, dia mengangkat wajah “Ehm... aku mau tanya, kamu bilang sempat beberapa kali hadir waktu aku dan Indra sedang bicara, ehm... apa kamu juga ada waktu malam kemarin?”
Sulisati menggeleng “Aku tahu pertemuan kalian itu, tapi aku tidak ada, pertemuan itu terlalu pribadi untuk aku ganggu. Indra juga perlu privacy, aku harus hargai itu... Kenapa?”