Mr. Baret Merah

Lenny Putri
Chapter #2

HARI PERTAMA

"TIGA, EMPAT ...." teriak Azka dari pintu barak.

Seluruh prajurit lari terbirit-birit keluar dari barak. Demi kecepatan, ada yang tali sepatunya diikat asal-asalan bahkan helm bajanya masih miring sana-sini.

"LIMA, ENAM ...."

Azka yang mulai jengah berteriak melangkah masuk ke dalam barak sambil memegang pistol tanpa peluru. Stelannya santai dengan seragam loreng dan topi santai berwarna hitam. 

"TUJUH!"

Aira yang ada di kamar tersendiri di ujung barak semakin menutup telinganya sambil asyik menggerutu tak jelas sebelum kembali menarik selimut.

"Apa Randi sekarang udah suka teriak-teriak, hah? Perasaan selama ini dia kalem aja. Jadi gini sifat aslinya? Dasar!"

TUSSSS.

Bunyi tembakan.

"AAAA."

Refleks Aira melompat dari atas kasur bersama dengan seluruh selimut tebalnya dan langsung tiarap di bawah ranjangnya sambil menutup kedua telinga.

"PAPA RUMAH INI DI SERANG ...." Air matanya sampai tumpah. "PAPA ...."

KLIK.

Ganggang pintu bergerak dan pintu coklat itu terbuka. Di ujung pintu, Azka sampai geleng-geleng melihat wajah berminyak yang ketakutan dan sedang merayap tak jelas di bawah dipan sambil menangis heboh itu.

"Ck! Merepotkan!" gumamnya jengah. Kalau boleh memilih dia lebih suka mengurus para teroris.

TUSSSS.

Bunyi tembakan lagi.

Aira makin menutup mata rapat-rapat. "PAPA ... PAPA ... RUMAH INI DISERANG ... PAPA ...."

Jangan tanya soal air matanya, dia memang jagonya. Jago menangis.

"HEY!" Azka makin jengah saja dengan kelakuan si manja itu. 

"PAPA ...."

"HEY!" Volume suaranya naik satu oktaf.

Secara otomatis gadis di bawah dipan itu langsung menghentikan teriakannya sebelum membuka mata perlahan. Pelan-pelan tangannya lepas dari kedua telinga dan kepalanya mendongkak.

Selama tiga detik, Manik coklatnya bertemu dengan manik hitam seorang pria berkulit kecoklatan dengan tatapan tajam yang tengah memegang pistol dengan santai di ujung pintu. 

Ekspresi wajah Aira tetap dengan ketakutan dan air mata yang membanjiri pipi, sedangkan ekspresi wajah di ujung pintu itu justru kelihatan masam. 

"Sudah main-mainnya?" tanya Azka dengan gaya menantang sambil sedikit menunduk membenarkan topi hitamnya. "Kalau markas ini benar-benar diserang, kamu adalah korban pertama!"

Deg.

Jantung Aira seperti dipukul tongkat pak RT. Tubuhnya bergetar hebat seketika, sejalan dengan bibirnya yang sedikit manyun tanda sudah siap menangis lagi. 

Azka malah tak peduli dan merasa perlu menambah kualitas kekejaman. "Di sini tidak ada pembedaan. Kalau mau menyelesaikan misimu, maka berhenti jadi pengecut!" Nada bicaranya ketus sekali.

Aira sampai sedikit kaget bahkan kepalanya terbentur pada ranjang, membuat pria yang tengah menatapnya menghela napas malas. 

"Benar-benar merepotkan!" keluh pria itu. "Dalam waktu dua menit, kamu sudah ada di ruang makan!" Suaranya naik lagi satu oktaf.

BRAK.

Seketika pintu kamar langsung di banting kasar. Gadis berwajah tirus di bawah ranjang sampai membendung air mata lagi di pelupuk. Tidak ingin menangis, tapi air matanya keluar sendiri, tak mau diajak kompromi.

🌻

"MAAF, saya terlambat." 

Lihat selengkapnya