Mr. Ghosting

Tri Wulandari
Chapter #2

1. Dicegat gebetan

"Coba itu perempuan main slonong boy aja, padahal gue daritadi nungguin dia di sini!" dengkus Beno yang merasa kesal karena Joana tiba-tiba melewatinya begitu saja. Padahal ia sudah menunggu lumayan lama di depan minimarket, jadwal shift mereka sudah berganti di pukul delapan malam. Biasanya jadwal shift masing-masing karyawan mendapat antara delapan sampai 10 jam kerja. Maka, shift pagi mereka usai di malam ini.

Pemuda itu dengan gesit segera berlari ke arah sepeda motor miliknya yang melegenda untuk buru-buru mengejar Joana yang sudah mulai menjauh dari lokasi.

"Jo! Stop dulu, dong!" teriak pemuda itu kencang. Sementara yang dipanggil tak kunjung menoleh ke asal suara. Ia masih jalan saja tanpa memedulikan apa pun.

"Kasian gue sama lo, ganti motor lo sama yang lebih keren dikit. Jo mana mau naik si Neneng," cetus Edi yang juga sudah keluar dari sana dan bersiap pulang ke tempat kost.

"Ulah gandeng!" (Jangan berisik!) ucap Beno sambil menyumbat bibirnya menggunakan jari telunjuk, mengisyaratkan Edi agar tidak ikut campur. "Tahu nggak lo, gue lagi berusaha. Lagi pula, Neneng ini istri pertama. Nggak bakal sembarangan diganti sama yang lebih bahenol. Nggak tahu aja lo, gue sayang banget sama Neneng. Warisan kakek, nih. Udah melegenda," bela Beno tak mau kalah dengan ucapan Edi.

"Terserah lo, deh. Noh, Joana udah jauh," kata Edi sambil mengendikkan dagu ke arah Joana yang sudah menyeberang jalan. Dan Beno tampak panik saat melihat ke arah yang ditunjukkan Edi. "Gara-gara lo nih Joana jadi udah jauh," gerutunya kesal. Tak menghiraukan ucapan Edi lagi, Beno segera menstater motor bebek itu dan menarik gas motornya menjauhi minimarket. Ia harus mengejar Joana, ini kesempatannya untuk mendekati gadis itu.

"Jo! Jojo Bajojo! Calon jodoh gue! Sayangnya gue! Woy, berhenti!" teriaknya di belakang sana yang membuat Jo mendengkus karena sebal. Ia tak mau menghiraukan apa pun dan teriakan itu. Tidak penting meladeni Beno yang terus mengikutinya.

"Ben!" panggil seseorang yang tiba-tiba menginterupsi laju motor tua milik Beno. Dengan sangat mendadak ia segera mengerem saat panggilan itu terdengar. Dengan cepat ia membuka kaca helm yang ia kenakan dan menatap sosok di depan sana yang memblokade jalannya.

"Mau ke mana? Buru-buru amat?" tanya gadis itu seraya tersipu malu. Dan Beno tidak mampu menjawab apa pun, ia menyengir saja sebagai balasan.

"Eh, Neng Prisa. Baru pulang kerja?" tanyanya basa-basi. Dan yang ditanya itu mengangguk kecil. "Aa mau pulang? Kok, chat aku semalam nggak dibaca? Sebel deh." Gadis itu merengut kepada Beno, memasang wajah sedih agar Beno tak selalu menghilang tiba-tiba saat ia sudah merasa nyaman. Prisa adalah gadis kesekian yang Beno dekati, mereka kenal bulan lalu saat tak sengaja ban motor—Neneng tertancap paku dan harus menepi ke tukang tambal ban. Di dekat tukang tambal sana Prisa menangis tersedu-sedu karena ditinggalkan pacarnya sendirian di tepi jalan. Lalu, Beno dengan baik hati menenangkan gadis itu karena kasihan. Tak disangka ternyata Prisa adalah karyawan departement store di depan blok sana. Ia sedih dan marah karena sang pacar mengajak putus sepihak dan menurunkannya di pinggir jalan tanpa rasa iba sama sekali. Beno mengajak ngobrol gadis itu lantas mereka akhirnya bertukar nomor WA. Gadis itu senang karena Beno sangat baik dan ramah. Ia juga selalu fast respon saat Prisa mengajaknya mengobrol di kolom pesan. Meski kadang situasinya Beno juga tengah bekerja.

"Udah hampir sepuluh hari Aa ngilang dari aku," protes gadis itu yang masih saja merajuk. Sementara Beno sudah tengak-tengok dan tidak menemukan Joana di depan sana. Pupus sudah harapannya bisa makan ketopraknya Bang Jali bersama Jo. Padahal ini momen langka. Dan Prisa tengah menghadangnya di depan sana.

"Aa, jawab atuh!" rongrong gadis itu yang tak kenal lelah. "Aa teh ngilang pas aku chat kemarin. Biasanya juga suka jembut—eh jemput."

"Astaga, Neng. Typo lidah kamu teh meresahkan." Mata Beno melotot sambil tangan kanannya mengelus dada. Kalau salah tangkap bisa gawat. Orang yang mendengar bisa mengada-ngada dan berpikiran ganjil. Meski pernah beberapa kali mereka nyaris...

"Aa teh sibuk. Tahu sendiri kerja di minimarket nggak boleh meleng. Karyawan nggak banyak banget, yang datang tiap menitnya ada aja. Sabar atuh," bujuk Beno yang mulai memasang tampang merayu. "Nanti kalau free time kita jalan. Mau naik odong-odong lagi di pasar malam kayak waktu itu."

"Atuh Aa teh, masa naik odong-odong emang aku anak kecil." Gadis itu mengerucutkan bibir, yang membuat Beno menghela nafas lelah. "Aa menghindari aku ya? Tadi manggil-manggil siapa itu? Jo bajojo? Saha eta!" tanya gadis itu galak. "Kabogoh anyar!" (Pacar baru!) imbuh gadis itu lagi.

"Lain!" (Bukan!) elak Beno membela diri. "Itu Joana, teman Aa."

"Oh, cewek jutek itu. Ngapain Aa panggil?"

"Kan kost-an kita searah."

"Terus mau diajak bareng, gitu? Sama aku aja atuh, A. Aku juga baru pulang," rayu Prisa semakin memasang tampang memelas.

Lihat selengkapnya