Tangan kanan pemuda itu aktif menggosok-gosok kain kanebo basah ke body motor bebek tua warisan kakeknya dengan penuh perhatian. Pagi-pagi sekali ia sudah bangun dan bergegas mengajak istri pertamanya untuk mandi. Siapa lagi kalau bukan Neneng? Motor bebek itu semalam terciprat air genangan di jalan saat tak sengaja Beno bertemu dengan Syifa—gadis yang ia dekati tiga bulan lalu. Anak juragan ayam yang sering belanja ke OktoberMart. Mereka terlibat aksi saling kejar-mengejar di jalan seperti adegan di film action. Syifa mengejar pemuda itu yang nekat mengebut saat berpapasan di jalan. Padahal, niat gadis itu adalah menanyai kabarnya. Tetapi pemuda itu sudah overthinking duluan.
"Maap ya, Neneng. Semalam kamu terkena air cipratan kotor. Musti mandi pagi-pagi gini. Dingin ya, Sayang? Maapin Aa, ya," ucap pemuda itu dengan nada sendu sambil terus mengelus dan menggosok body Neneng yang sudah bersih. "Pokoknya, mah, kamu bakal Aa pertahanin dari semua perempuan itu. Neneng tetep istri yang Aa sayang. Muach!" Beno bahkan mengecup body fairing motor bebek itu dengan mesra. Kemudian menyunggingkan senyum kecil sebelum masuk ke kost-an untuk bersiap-siap pergi bekerja ke minimarket.
Setelah Neneng dirasa sudah kinclong, kini giliran si empu yang harus membersihkan diri. Tak lama setelah mandi dan bersiap-siap, Beno tinggal memakai sepatu untuk segera berlalu.
"Aa Beno..." panggilan itu terdengar manja di telinga. Pemuda itu reflek menoleh ke asal suara. Yang ternyata berasal dari tetangga sebelahnya—Mutia, gadis pindahan yang juga tengah Beno dekati. Ia balas tersenyum pada gadis itu lantas menjawab, "Ya, Neng. Eleuh eleuh... cantik amat?" puji pemuda itu berbasa-basi sambil bangkit dari posisinya di depan teras kamar kost-nya.
"Ih, Aa bisa aja," balas gadis itu malu-malu. "Neng belum mandi padahal." Gadis itu berdiri dan menumpuk kedua tangannya di sekat dinding pembatas kamar yang cukup rendah. Seukuran bawah dada orang dewasa. Jadi, masih bisa saling mengintip seperti ini.
"Masa belum mandi? Belum mandi aja cantik gimana kalau udah? Aduh, Aa bisa pingsan mereun," canda pemuda itu yang berjalan mendekati sekat dinding tepat di mana posisi gadis itu berada.
"Aa mah gitu, cium aja nih kalau nggak percaya." Gadis itu tersenyum malu-malu lantas mendekatkan pipinya ke arah Beno. Beno kan hanya iseng menggoda, kenapa pula pakai ditawari? Haduh, bisa runtuh benteng pertahanannya. Mana gadis itu cuma pakai daster mini dengan tali spagetti yang sangat ketat. "Masih bau iler," kata gadis itu melanjutkan.
"Iler kamu mah wangi, Beb." Dan Beno membalasnya dengan tertawa kecil. "Aa berangkat dulu ya, Neng." Beno berusaha seramah mungkin untuk berpamitan, namun, gadis itu dengan cepat mencegahnya.
"Aa, tunggu! Nanti malam ada acara, nggak? Kalau nggak ada mampir ke sebelah, dong. Neng kan kangen dielus-elus sama Aa," kata gadis itu sambil menyeringai jahil. Beno tahu maksud gadis itu, beberapa kali ia sering ditawari untuk mampir setiap malamnya jika gadis itu sedang ada di tempat. Sengaja pula memakai pakaian yang seksi. Beno sampai kebas sendiri. Takut lupa diri dan tidak bisa mengendalikan 'si Juju'. You, know what I mean 😏 kalau si Juju sudah tegang, bisa gempar dunia ini.
"Aduh, Neng. Aa nggak janji, ya."
"Kalau jadi wa aja ya, A. Aku siap-siap nggak pakai—"
"Neng, Aa berangkat dulu!" pekik Beno segera menaiki Neneng dan tersenyum lebar, lantas berlalu secepat yang ia bisa. Bisa gawat kalau dilanjutkan. Mutia tipe gadis yang sangat lihai merayu, Beno hampir saja masuk dalam perangkapnya.
Setelah dua menit mengemudi keluar dari area kost, Beno melihat Joana sedang berjalan sendirian menuju ke arah yang sama dengannya. Kenapa bisa kebetulan begini, ya? Ia tidak melihat Joana turun dari lantai empat tadi, tapi tiba-tiba sudah di jalan saja.
"Joana!" panggil Beno lantang. Dan yang dipanggil hanya menggumam sebagai balasan. Pemuda itu melambatkan laju motornya untuk mengiringi langkah kecil Joana. "Bareng, yuk. Biar nggak telat," ajak pemuda itu dengan sikap sangat manis.
"Nggak usah," tolak Joana datar.