Langit seolah merasakan kesedihan di kerjaaan Astrolus. Seorang selir kerajaan baru saja dinyatakan meninggal oleh tabib. Langit gelap karena dipenuhi awan hitam. Angin bertiup kencang. Cuaca yang tidak bagus membuat pemakaman selir kerajaan harus ditunda. Jasad itu diletakkan di lantai karena peti kayu belum datang. Wajah kurusnya tampak menyunggingkan senyum. Rambut hitam panjangnya disisir rapi.
Seorang pemuda duduk di dekat jasad ibunya. Ia adalah putra bungsu raja, pangeran ketiga dari selir kedua raja yang baru saja meninggal. Pemuda itu memandang ibunya. Matanya bengkak dan merah. Baru semalam ia bicara dengan ibunya. Mereka tertawa dan terus bercerita sampai larut malam. Ia tahu ibunya sehat dan baik-baik saja. Mengejutkan mendengar ibunya tiba-tiba merasa pusing sesaat lalu pingsan. Tabib yang memeriksanya menyatatakan denyut nadinya lemah dan akhirnya ibunya itu meninggal.
Anggota keluarga lain tak ada di sana karena pangeran hanya ingin berdua dengan jasad ibunya. Ia masih ingin menemani ibunya. Diraihnya tangan ibunya. Dingin dan kaku. Ia tak bisa menerima begitu saja kematian ibunya.
“Siapa bu? Siapa yang melakukannya? Katakan padaku? Siapa orangnya?” katanya pelan. Ia sangat yakin ibunya tidak meninggal tiba-tiba. Setidaknya ada seseorang yang harus bertanggungjawab atas kematian ibunya.
Seorang gadis duduk di dekatnya. Ia mengusap bahu pemuda itu. Meski ia tampak kuat, tapi pemuda itu mudah rapuh. Pemuda itu menoleh ke arah gadis itu. Usapan lembut itu bermaksud memberinya kekuatan dan penghiburan.