Mr Landlord And I

Elsa Rumahorbo
Chapter #2

Chapter 1

Seorang pemuda dengan tubuh tegap dan bahu lebar menyipitkan mata kirinya. Di tangannya anak panah sudah ditarik. Ia siap melepaskan anak panah dan membidik target di depannya. Sulit sekali berkonsentrasi dengan suasana hati yang sedang tidak baik. Ia menghembuskan napas berkali-kali namun berusaha pada posisi stabil. Perlahan dilepasnya anak panah. Anak panah menjurus ke bidikan namun melesat turun sebelum sampai ke gerabah yang dijadikan target.

“Terlalu lemah yang mulia” seseorag di sebelahnya mengomentari permainannya dengan kepala tunduk. Ia tahu tuannya dalam suasana hati yang gelisah.

Beberapa hari lalu ia mendengar ayahnya akan mengadakan pertemuan dengan putra mahkota dan para pangeran, tanpa dirinya. Hari itu pertemuan diadakan sangat tertutup. Ia sudah tau apa yang mereka bicarakan. Tepat sebulan yang lalu, ibunya meninggal karena sakit yang sudah lama diderita. Ia sudah menduga pertemuan itu membahas tentang dirinya yang harus keluar dari istana.

Di tempat lain, seorang pria tua duduk di kursi tengah dengan sandaran yang lebih tinggi. Ia adalah raja negri itu, Raja Cristopher. Di kiri dan kanannya duduk para istri dan anak-anaknya. Istri pertamanya, wanita yang sedikit lebih tua namun masih tampak cantik dengan raut wajahnya yang tegas duduk di sebelah kanannya, Ratu Hester. Di sebelah istri pertamanya yang merupakan ratu, duduk anak pertamanya bergelar putra mahkota, bernama Rainord. Sementara itu di sebelah kiri raja, duduklah selir pertama bernama Charlene dengan kedua putranya, pangeran pertama Livian dan pangeran kedua Clevon.

Raja Cristopher yang duduk di tengah mereka tampak diam setelah mendengar keluh kesah keluarganya.

“Tapi Pangeran Darren juga anakku” wajah raja mengeras. Pandangannya lurus menatap kursi kosong yang jauh di seberang meja.

“Pangeran ketiga mungkin menaruh dendam pada kami dan itu tidak baik. Kami berada dalam bahaya” Ratu Hester bicara dengan nada lembut namun menyimpan ketakutan di dalamnya.

“Aku bisa meningkatkan pengamanan untuk kalian” raja membela anak bungsunya.

“Yang Mulia Ayahanda Raja, kami tidak memintamu untuk memubunuhnya, tapi hanya menjauhkannya dari istana. Ia akan tetap menjadi anakmu, pangeran ketiga” putra mahkota angkat bicara.

Raja tampak berpikir. Baru saja ia kehilangan istrinya. Selir keduanya sebulan yang lalu. Ia masih merasa sedih dan berkabung. Ia bahkan baru membuka kain kabung yang menyelubungi kepalanya tadi pagi. Ia merasa kasihan pula pada pangeran ketiga, anak bungsunya yang telah kehilangan ibunya. Seharusnya ia memberikan perhatian lebih padanya karena hanya ia orang tuanya yang tinggal. Namun dalam hal ini kedua istri dan tiga anak-anaknya yang lain malah mendesaknya untuk menjauhkan anak itu dari istana.

“Bagaimana menurutmu?” raja memandang selir. Wanita di samping kirinya tersenyum tipis.

“Aku tidak berpikir dia akan berbahaya tapi kalau benar begitu, keselamatannya akan terancam. Beberapa orang mungkin akan menyerangnya kalau benar terjadi”

Raja memandang kedua istri dan ketiga anaknya, putra mahkota dan pangeran ketiga. Benarkah mereka dalam bahaya karena pangeran ketiga akan balas dendam karena mengira ibunya meninggal karena keluarganya sendiri? Kalau itu benar, pangeran ketiga akan membunuh semua orang di sini, ia harus dipisahkan dari mereka dengan menjauhkannya dari istana. Tapi bukankah ia akan menyimpan lebih banyak dendam kalau ia diusir tak lama setelah ibunya meninggal?

Raja sangat bingung. Ia berpikir keras hingga kepalanya terasa pening.

“Yang Mulia Ayahanda Raja. Ayah harus segera memutuskan segera sebelum pangeran menjalankan rencananya,” desak Putra Mahkota Rainord

Lihat selengkapnya