Di tempat yang jauh dari kerajaan, satu daerah akan mengadakan festival. Seluruh jalan telah dihias, kain panjang berwarna-warni telah membentang di antara rumah warga, dari depan tugu sampai ke ujung desa. Lampion berwarna-warni pun menghiasai atap rumah. Selain itu digantung pula buah-buahan, sejumput padi, sayur dan hasil tanah lain. Semalam telah diadakan ritual penahan hujan agar hujan tidak turun hari itu, supaya pesta syukuran berjalan lancar.
Setiap selesai masa panen, seluruh warga di Tanah Seira, baik yang di dataran rendah maupun dataran tinggi akan mengadakan pesta syukuran hasil panen. Tanah mereka telah memberikan hasil baik dan membuat seluruh warga bertahan hidup dengan baik.
Di sebuah rumah yang berada di tanah lapang, di tengah wilayah itu, para wanita berkumpul mengisi keranjang dengan hasil panen terbaik tahun itu. Hasil panen itu nantinya akan diserahkan pada kepala daerah Seira. Sementara itu para pria tengah mempersiapkan alat-alat musik yang akan dimainkan selama festival untuk memeriahkan iring-iringan. Pesta syukuran hasil panen selalu ditunggu-tunggu semua penduduk dan disambut dengan hati gembira. Hasil panen yang baik membawa hidup yang sejahtera dan memberi kelangsungan hidup yang terjamin.
Seorang wanita tua yang sedang menyirih mengikat keranjang yang telah dirangkainya dengan kencang.
“Kukira itu hanya cerita dongeng yang diceritakan orang tuaku”
“Sekarang aku percaya karena sudah kita lihat sendiri,” sahut wanita lain.
“Ya. Selama puluhan tahun aku melihat musim berganti dan penyakit datang lalu pergi tapi hasil panen kita tetap baik dan melimpah”
“Hari ini kita akan melihat lagi keturunan dewi itu”
“Dia sangat cantik”
“Aku berharap dia jadi menantuku”
“Jangan mimpi!”
Sementara itu para bapak membersihkan alat musik yang berdebu dan mencoba memainkannya. Rebana, kecapi, serunai dan lainnya. Mereka memastikan agar alat musik itu masih baik dan tidak mengeluarkan nada sumbang yang mengganggu telinga. Anak-anak tampak berlarian di sekitar halaman, sesekali mereka menari karena mendengar alat musik. Mereka menari di tengah lapangan. Rasanya tidak sabar menunggu sampai malam tiba.
Tanpa warga tanah Seira ketahui, dua orang telah melihat mereka tanah yang mereka tempati dari bukit seberang. Dua orang itu telah berkemah di bukit itu selama tiga hari dan melihat keseharian mereka. Dua orang itu juga melihat warga Tanah Seira yang mempersiapkan pesta syukuran. Mereka juga telah melihat ritual penahan hujan yang warga Seira lakukan tadi malam demi kelancaran pesta. Dari tempat pengintaian itu, dua orang utusan itu tidak tau apa yang tengah dibakar warga Seira saat melakukan ritual. Asap tebal membumbung tinggi, naik dengan lurus dan lambat sampai ke langit.
Dua orang itu, Adney dan Ansell, telah diutus kerajaan. Mereka diperintah langsung oleh raja untuk melakukan pengintaian. Mereka menempuh perjalanan empat hari dengan kuda untuk bisa sampai di bukit yang berseberangan dengan Tanah Seira. Selama tiga hari, Adney dan Ansell mencatat kegiatan mereka dan apa yang mereka lihat dari atas bukit.
“Sepertinya mereka orang yang baik. Apa kita harus membunuh mereka? Termasuk anak-anak?” tanya Ansell.
“Mereka harus dibunuh supaya keturunan mereka kelak tidak memberontak. Kau tidak ingat Yang Mulia Raja sudah berpesan pada kita? Kalau kita sudah temukan tanah itu, kita harus habisi semua orang di sana. Jangan biarkan satu pun yang tersisa”
“Bagaimana jika mereka bekerjasama dengan wilayah lain yang lebih kuat dari kita dan kita balik diserang?”
“Raja sudah menelisik tentang tanah itu. Tanah itu tempat terbaik untuk direbut karena mereka tidak terlalu mengenal dunia luar. Tanah mereka adalah tanah yang sangat subur dan bagus”
“Jadi, kapan kita pulang dan memberi tahu kerajaan?”
“Tiga hari lagi. Kita harus ikut pesta syukuran mereka untuk tahu sifat mereka yang sebenarnya. Kita akan datang sebagai tamu dan menginap di sana”
“Baiklah kalau begitu. Apa yang perlu kita persiapkan?”
“Kita tak perlu membawa banyak”
Mereka masuk ke kemah dan mengambil sebuah tas. Ia mengisinya dengan kotak makan kosong dan buyung air yang hampir habis. Mereka kemudian mengganti baju dengan pakaian yang paling buruk.
“Kita harus terlihat susah dan menyedihkan”
Adney meletakkan senjata yang ia bawa. Mereka tak boleh terlihat mencurigakan dengan senjata. Mereka menunduk dan melihat sepatu besi berlapis kulit khusus yang tampak kuat. Sepatu itu tampak terlalu bagus jika dibandingkan dengan pakaian lusuh dan tas kumal mereka.
“Haruskah kita bertelanjang kaki?”
“Tidak. Cukup bungkus kaki kita dengan kain seadanya dan tampak tebal”
Setelah semua persiapan selesai. Mereka menuruni bukit dan berjalan menuju Tanah Seira. Mereka sengaja tidak mandi agar rambut dan wajah mereka tampak kering dan kusam. Tak berapa lama, mereka sudah sampai di dataran rendah. Mereka menerka arah yang telah mereka lihat sebelumnya dari atas bukit.