Mr Landlord And I

Elsa Rumahorbo
Chapter #7

Chapter 6

Raja Christoper tengah memerhatikan gambar yang dibuat dua utusannya setelah kembali dari Tanah Seira. Namun mereka belum mengenali betul daerah itu. Raja masih memikirkan strategi yang tepat untuk menyerang Tanah Seira.

“Pertahanan mereka tidak kuat, yang mulia. Kami tidak melihat pemuda-pemuda yang berlatih mempertahankan wilayah mereka. Mereka bahkan tak mencurigai siapa pun”

“Meski begitu kita tetap harus memlih pasukan dengan cermat”

“Apa tidak kita biarkan saja mereka yang mulia? Mereka sangat baik dan ramah, yang mulia bisa jadikan mereka budak"

“Kalian hanya tinggal di sana satu malam. Kalian tidak tahu sifat mereka yang sebenarnya. Tujuan kita menguasai wilayah itu. Jangan sampai suatu saat nanti keturunan mereka menyerang kita, menuntut balas atas darah yang tertumpah di depan mata mereka. Jangan sampai di masa depan keturunan kita yang tertindas oleh mereka”

“Maafkan hamba yang mulia”

“Kita akan menyerang mereka dan harus selesai sebelum matahari terbenam. Jangan bunuh kepala daerah itu. Bawa dia hidup-hidup ke hadapanku”

Pintu diketuk dari luar. Kali ini pangeran ketiga bisa sabar, tidak masuk terburu-buru dan memotong diskusi raja.

“Masuklah” seru raja. Pangeran Darren masuk dan memberi hormat pada raja. “Putraku, kenapa kau di sini? Kau harus banyak beristirahat"

Ayahnya tak bisa lagi mengaturnya dan memaksakan kehendakknya. Terakhir kali raja berbuat demikian, putranya itu pergi dan pulang dengan tubuh terluka. Ia jatuh dari tebing hingga tubuhnya terluka di punggung, bahu dan dadanya dan bajunya sobek. Ia juga hampir mati dipatuk ular. Kepalanya dilempar batu besar oleh orang tak dikenal.

Sebenarnya ia semakin berat memindahkan putra bungsunya itu. Tapi jika pangeran Darren masih di istana, keluarga kerajaan akan tetap mendesaknya dan merasa terancam.

“Nak, kau”

“Yang mulia bilang ingin merebut tanah itu dan memberikannya untukku. Maka aku berhak tau dan aku memutuskan untuk ikut dengan pasukan untuk menyerang tanah itu”

Raja nampak terkejut. Ia bahagia tapi juga sedih. Putranya mau menuruti perintahnya, tapi di saat yang sama ia harus pergi meninggalkan istana, meninggalkan ayahnya.

***

Dewi Davonna pulang dengan langkah gontai. Ibunya yang sedang menyiram bunga di halaman langsung menyambutnya ke gerbang. Ia menggiring putri semata wayangnya hingga duduk di balai-balai.

Lihat selengkapnya