Wajah Kepala Daerah Haven sudah bengkak dan berlumuran darah. Kepala penjara memperlakukannya dengan kasar hanya karena Kepala Daerah Tanah Seira ingin bertemu dengan Yang Mulia Raja sekali lagi. Besok kepala daerah Haven akan dieksekusi, namun ia bersikeras ingin bertemu raja. Raja Cristopher memandang wajah kepala daerah Haven di depannya. Tampak tenang meskipun lebam.
“Kenapa kau ingin bertemu denganku?”
“Ada hal yang belum kuceritakan padamu tentang Tanah Seira”
“Apa itu?”
“Yang Mulia Raja, kau pernah mendengar dongeng Putri Berdarah Campuran?”
Raja tampak mengernyit kemudian tertawa. Kepala Seira masih sempat membicarakan hal konyol sebelum kematiannya.
“Sepertinya raja belum membaca buku rahasia Tanah Seira. Menurut dongeng itu putri berdarah campuran itu adalah putri dari dewi kesuburan dan petani miskin...”
“Aku tidak ingin mendengar cerita bohong itu”
“Tidak, yang mulia. Itu benar. Putri berdarah campuran itu nenek moyang istriku. Istriku keturunan Dewi Asyera, dewi kesuburan. Itulah alasan tanah kami selalu menghasilkan sesuatu yang baik karena dewi kesuburan ada di tanah itu. Maka dari itu, yang mulia, aku memohon padamu jangan bunuh putriku. Kalau yang mulia menginginkan tanah itu tetap subur dan menghasilkan tuaian yang baik, yang mulia harus membiarkannya hidup?
“Bagaimana aku bisa percaya?"
“Semua tertulis di buku yang dibawa prajurit kemarin. Sejarah Tanah Seira dan semua kejadian yang pernah terjadi di sana”
“Siapa nama putrimu itu?”
“Davonna Asyera”
“Kalau benar katamu demikian, aku akan membiarkannya hidup. Tapi jika ternyata itu hanya kebohongan, aku akan langsung membunuhnya"
Raja Cristopher memanggil pengawal untuk membawa kepala daerah Haven keluar dari ruangannya. Ia kemudian berjalan menuju rak di belakang mejanya dan mengambil bungkusan kain yang diberikan prajurit yang baru pulang dari Tanah Seira. Kemarin ia sudah membaca sebagian informasi tentang cerita tentang Tanah Seira dari kepala daerahnya. Namun ia percaya dan tak lagi membuka buku-buku itu. Ia baru memelajari perbatasan dan jenis tanaman yang bisa dihasilkan di tanah itu.
***
“Bagaimana Yang Mulia Pangeran? Kita bunuh dia di sini atau kita bawa ke istana dan bunuh dia di sana?” pedang Adney sudah menyentuh leher dewi Davonna. Sedikit saja gerakan akan mengiris leher jenjang dan kurus gadis itu. Tubuh dewi Davonna sudah merapat ke dinding kayu yang lembap. Ia berusaha bernapas pelan-pelan agar tak bergerak terlalu banyak. Satu-satunya alat pertahannya telah dijatuhkan Adney.