Pangeran Darren melihat perkamen yang dilapisi kain berwarna merah. Di sana tertulis pernyataan kepemilikan Tanah Seira. Kepala daerah Seira sendiri, Haven, yang menyerahkannya pada pangeran ketiga, pangeran Darrren. Ditandatangani kepala daerah Haven dan saksi yang merupakan kepala pustaka kerajaan.
“Tanah itu sudah sah menjadi milikmu. Karena sudah dicap kerajaan dan distempel tuan tanah sebelumnya. Sekarang tinggal berikan stempelmu untuk menyatakan kaulah pemiliknya yang baru. Kau tuan Tanah Seira yang baru”
Pangeran menempelkan stempelnya pada perkamen yang terbentang di meja raja. Raja Christoper tersenyum. Tanah itu sudah berhasil direbut dan menjadi bagian dari kerajaannya. Tanah dengan hasil tuaian yang baik dan memuaskan akan memberinya upeti yang banyak. Kerajaan akan semakin berjaya dan tak akan ada lagi kelaparan dan protes warga
“Ayah sudah meminta bantuan dari Raja Alley dan Ratu Cybill dari kerajaan Aldron untuk membantu kita membangun istana untuk tempat tinggalmu nanti. Sebelum itu tinggallah di sini sementara. Ayah sudah bicarakan dengan saudara-saudaramu dan mereka mengizinkan”
Pangeran tak suka mendengarnya. Ia tak pernah punya hubungan yang baik dengan saudara-saudaranya. Hubungannya dingin. Tak bermusuhan tapi jika tak akrab. Hanya canggung untuk saling bicara dalam waktu yang lama.
“Bagaimana dengan putri kepala daerah Seira?”
“Biarkan dia hidup. Dia penentu kemakmuran Tanah Seira.” Pangeran mengerutkan kening mendengarnya. “Ayah sudah membaca bukunya dan mendengar langsung dari ayahnya. Dia keturunan Dewi Asyera, dewi kesuburan yang menjamin tanah itu selalu baik dan subur. Itulah alasan tanah mereka yang kecil itu tetap menghasilkan tuaian baik.
Raja menyerahkan buntalan kain berwarna kuning pada pangeran. Sejak dilihatnya beberapa hari lalu pangeran belum membuka buntalan itu sama sekali. Ia langsung menyerahkannya pada salah satu prajurit untuk dibawa ke hadapan raja.
“Kepala Seira sudah menceritakan semuanya dan semua tentang Seira sudah tertulis di sana. Sekarang pemilik tanah itu adalah kau, jadi kuserahkan ini padamu. Bacalah. Kau akan tau bagaimana mengelola tanah itu dan hidup di sana”
Pangeran mengambil buntalan itu dan mengangguk kecil. Ia menggulung perkamen berlapis kain merah dan menyimpannya dalam tabung kayu berlapis emas. Tabung kayu itu berukir stempel kerajaan. Ia menyelipkan tabung itu ke dalam buntalan dan meninggalkan ruangan ayahnya.
***
Semakin ia memikirkannya semakin sakit kepalanya. Ia memijat dahinya pelan. Pantas saja gadis itu terlihat berbeda. Selain tentu saja cantik dan anggun, ternyata dalam dirinya ada satu kekuatan dari dewi yang secara natural ada sejak lahir. Ia harus membiarkan dewi Asyera hidup demi kesuburan Tanah Seira dan kelangsungan hidup rakyatnya. Lebih dari itu dia harus melindunginya.
Pangeran Darren menutup buku itu dan segera menemui ayahnya. Setelah semalam suntuk membaca sejarah Tanah Seira, ia baru bicara dengan ayahnya. Kini ia bisa bersikap leluasa karena tak ada satu pun pegawai istana di ruangan itu.
“Ayah, kau menyuruhku untuk menikah bukan? Baik, aku akan menikah dengan dewi Davonna Asyera"