Roti gandum di depannya membuat dewi melupakan kejadian mengejutkan tadi pagi. Senyum raja secerah matahari pagi itu. Hanya senyum itu yang memberi kecerahan dan kehangatan di tengah suasana suram karena kebisuan di meja makan. Raja memandang dewi dan tersenyum lagi.
“Ini hari pertamamu sebagai keluarga ini. Kuharap kita bisa terus bersama seperti ini,” kata raja dengan tulus sebelum ia menyentuh roti gandumnya. “Oh ya karena kau sudah menikah dengan pangeran, kau akan dipanggil Putri Davonna,” jelas raja. Dewi Davonna sedikit terkejut tapi ia tersenyum meski rasanya sedikit canggung.
Pangeran Darren menyodorkan madu pada Davonna. Seketika ia lupa bahwa ia masih kesal dengan laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu. Davonna mengoleskan madu itu ke rotinya dan memotongnya kecil-kecil. Ia menusukkan garpunya ke roti dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Baru saja roti itu sampai di mulutnya. Ratu Hester sudah bertanya padanya.
“Apa tidurmu nyenyak semalam?”
Davonna terbatuk. Ia hampir memuntahkan roti dari mulutnya. Seketika semua orang memandang ke arahnya. Mereka berpikir Davonna tersedak lagi. Raja sangat terkejut. Dewi berusaha menelan bulat-bulan roti itu tanpa mengunyahnya. Ia menghabiskan teh di cangkirnya dan merasa lega kembali.
“Oh, maaf sepertinya aku salah bertanya” Ratu tampak tersenyum kecil.
“Tidak yang mulia. Tidurku...sangat nyenyak. Aku bahkan bermimpi”
Pangeran ketiga memandangnya dengan penasaran. Raja yang melihat keadaan itu bertanya pada Davonna untuk menghilangkan penasaran putranya itu.
“Apa itu mimpi yang bagus?”
Davonna terdiam. Mimpinya bukan untuk diceritakan. Itu bisa membuat suasana pagi itu lebih dingin dan bahkan kacau. Ia memimpikan calon suaminya di Tanah Seira yang gagal ia nikahi. Itu tak mungkin diceritakannya saat suami sahnya dan keluarga berada di sekelilingnya.
“Kurasa, mimpi itu tak punya arti khusus. Aku hanya bermimpi sedang berjalan di atas rumput yang hijau dan di depanku ada danau sebening kristal”
“Apa kau seorang diri di tempat itu?” kali ini pertanyaan datang dari pangeran Darren, suaminya.
Davonna terdiam sebentar dan menatap pangeran Darren. Wajah lelaki itu tampak dingin. Ia memotong rotinya dengan tenang sambil menunggu dewi menjawabnya. Kenapa kau sangat ingin tau mimpiku? Kenapa juga harus dibahas pagi ini? Apa mimpiku itu begitu penting?
“Iya, aku hanya sendiri”
“Kuharap itu pertanda baik”
Dewi tersenyum dan melanjutkan menikmati roti gandum beroleskan madu di depannya. Anggota keluarga lain pun tampak makan dengan tenang. Gerakan mereka begitu tenang dan santai. Terlihat anggun saat memotong roti. Terlihat anggun saat menyuapkannya ke dalam mulutnya. Bahkan saat makan mereka hampir tak terlihat sedang mengunyah makanan.
***