Putri Davonna berhenti sebentar lalu segera membalikkan tubuhnya dan pergi. Ia tak ingin mengganggu pangeran dan seorang gadis di balai-balai. Ia berpikir mereka membicarakan sesuatu yang penting. Ia berjalan kembali ke istana barat. Di koridor, ia berpapasan dengan pangeran pertama, putra sulung ibu selir, pangeran Livian. Putri menunduk dan berjalan dengan canggung. Pangeran Livian tersenyum padanya.
“Kau darimana putri Davonna Asyera?” suara pangeran terdengar ceria"
“Aku hanya berjalan-jalan dan akan kembali ke istana baru”
“Aku ingin ke perpustakaan, ibuku perlu buku untuk menulis jurnal. Kau mau ikut?”
“Jurnal?”
“Ya, ibuku suka menulis jurnal. Beliau bilang catatan itu bisa jadi kenangan saat kita merindukan saat-saat tertentu dan bisa jadi saksi saat diperlukan”
“Menarik"
“Kau mau juga? Aku akan ambilkan untukmu”
“Tidak perlu. Aku bisa ikut denganmu ke perpustakaan”
Pangeran Livian memimpin jalan menuju perpustakaan. Meski selir kerajaan baru saja mengajak putri berjalan mengelilingi istana dan memasuki perpustakaan juga, tapi beliau tidak mengatakan pada putri Davonna bahwa ia suka menulis jurnal.
Tiba di perpustakaan, pangeran mempersilakan Davonna duduk di sofa panjang. Pangeran Livian menuju lemari besi berisi buku-buku besar. Ia mengambil dua buah buku dan memberikannya pada putri Davonna.
“Kau bisa menulis apa pun di sini termasuk rahasiamu, tapi jangan sampai dibaca orang” pangeran Livian tersenyum manis.
Putri Davonna memelajari wajah pangeran pertama sekilas. Tak tampak serakah kekuasaan. Wajahnya ramah seperti ibu selir Charlene. Pangeran kembali ke lemari besar dan mengambil beberapa buku lain. Putri memegang buku besar besampul kain beludru. Ia membuka sampulnya. Perkamen itu berbau harum dan cukup tebal. Tali pembatasnya berwarna merah keunguan. Ia kemudian memandang pangeran Livian yang sibuk mencari buku.
“Apa yang kaucari?”
“Catatan penerimaan upeti tahun kemarin. Aku perlu membandingkannya dengan tahun ini. Seharusnya ada di sini, tapi kenapa tidak ada. Mungkin ada di ayah” pangeran menutup lemari dan berjalan ke arah putri Davonna. “Kau akan menuliskan rahasiamu di situ?”
“Mungkin”
“Kau pasti punya banyak rahasia. Setiap orang punya rahasia”
“Ya, kau pun pasti menyimpan rahasia.
Seketika suasana menjadi canggung. Mereka baru mengobrol untuk pertama kalinya namun pembahasan itu tak semestinya mereka bicarakan. Mereka belum terlalu dekat untuk menceritakan rahasia masing-masing. Pangeran Livian tersenyum menyingkirkan suasana aneh itu.