Awan kelabu tampak setia menggantung di langit wilayah Seira. Sudah berhari-hari sejak hujan turun. Sinar matahari belum menghangatkan seluruh wilayah Seira. Suasana dingin menyelimuti bukit dan lembah. Warga selalu memakai baju tebal. Hasil tanah Seira yang dirampas sejak perebutan tanah semakin berkurang bahkan hampir habis. Tak ada yang bisa ditanam, namun penyimpanan perlahan habis. Gelombang dingin belum pergi juga dari tanah Seira. Pangeran Darren telah memerintahkan seseorang untuk meminta bantuan makanan ke kerajaan.
Seorang gadis berkulit langsat mengaduk tonik dan periuk. Ia memastikan apinya tetap hidup. Kayu-kayu di hutan lembap dan sulit untuk dijadikan kayu bakar. Ia membuat obat untuk pangeran Darren. Meski pangeran tetap makan dengan teratur namun tubuhnya terlihat semakin kurus. Itu karena ia memikirkan masalah di Tanah Seira.
Para warga bergunjing di mana pun mereka berada. Mereka bersungut-sungut karena tanah tak bisa menghasilkan apa pun. Apa pun yang mereka kerjakan terasa sia-sia. Tak ada yang bisa dimakan. Mereka memikirkan setelah persediaan makanan habis, mereka akan jatuh sakit dan mati karena tak ada lagi makanan.
Semua warga kerajaan bagian selatan telah menepati Tanah Seira. Mereka telah mendengar bahwa tanah yang akan mereka tempati adalah tanah yang sangat baik. Hidup mereka akan berkecukupan bahkan melimpah. Namun setelah tiba di sana, mereka berusaha menghemat apa yang mereka makan.
Seorang pengawal bertubuh tegap dengan wajah datar memasuki ruang kerja Pangeran Darren setelah pemilik ruangan itu mengizinkannya masuk. Ia memberi hormat pada tuannya.
“Kau sudah kembali”
Sebuah suara ketukan pintu membuat pengawal itu menunda laporannya. Pangeran Darren melihat ke arah pintu.
“Tidak apa-apa dia hanya mengantar obat untukku. Silakan masuk”
Seorang perempuan dengan postur setengah menunduk dan membawa nampan memasuki ruang kerja Pangeran Darren. Ia semakin menunduk saa meletakkan minuman herbal untuk tuannya. Lalu mundur perlahan.
“Lanjutkan laporanmu”
“Ya, yang mulia. Seperti dugaan anda. Tidak ada penyelidikan kematian Ibu Selir Leisha” pengawal itu berkata dengan hati-hati. Ia sesekali melihat perempuan yang terlihat sengaja bergerak lambat.
Darren mengerutkan kening, setengah tak percaya mendengar laporan seorang pengawal kembali dari istana dan melaporkan pekerjaannya. Tak ada penyelidikan khusus mengenai kematian selir kedua, Leisha. Bahkan setelah kematiannya, tak ada yang membahasnya seolah selir kedua yang telah melahirkan putra ke-4 raja tak memiliki andil besar dalam keraajan. Desas desus atau sekadar rumor pun tidak ada. Semuanya seolah terkubur bersama jasad wanita itu.
“Apa karena ibuku hanya seorang selir? Tapi beliau tetap anggota keluarga kerajaan”