Di ruang baca yang tampak rapi dan anggun, Selir Charlene, pemilik ruangan itu, dengan sukarela mempersilakan Pangeran Darren duduk saat pria itu dengan jelas menyebutkan tujuan kedatangannya. Wajahnya masih menunjukkan kebahagiaan saat dilihatnya Pangeran Darren muncul di istana.
“Aku sangat senang saat kau datang. Kalau kau memberitahuku, aku pasti menyiapkan sesuatu yang enak untukmu,” katanya sambil membuka sebuah lemari kayu dengan ukiran bunga teratai di bagian pintunya. Selir Charlene mengeluarkan sebuah jurnal tebal bersampul beledu berwarna merah marun yang lembut dan memberikannya pada Pangeran Darren yang sudah menunggunya.
“Tidak perlu, ibu.”
“Pangeran Livian mungkin merindukanmu. Dia berpesan padaku untuk membawamu ke sana, Tanah Seira” Pangeran Darren tersenyum kecut mendengarnya.
"Kudengar kalian minum teh bersama sehari sebelum ibuku meninggal." Darren melontarkan kata pengantarnya. Ibu selir Charlene terdiam sebentar.
“Benar. aku memberi teh pada ibumu sebelum ia meninggal. Kau mungkin menganggap aku meracuninya, tapi tentu saja tidak. Aku membuat sendiri teh itu sesuai resep keluargaku"
Darren tak berkomentar. Ia hanya memerhatikan isi jurnal itu. Di sana, di halaman yang telah dibuka dan ditunjukkan padanya, ditulis bahan-bahan dan cara membuat teh yang baik bagi penderita insomnia.
“Aku dulu sering seperti itu. Di usia dan posisi kami ini, sangat wajar kalau kami sesekali memiliki waktu yang sulit hingga memengaruhi kualitas tidur kami. Keluargaku membuat resep ini dan ini berhasil. Kupikir ini akan berhasil juga pada Leisha, jadi kuberikan padanya”
“Ibu Charlene, kita tidak pernah tau dampak negatif resep teh itu pada tubuh ibuku. Mungkin memang bekerja di tubuhmu, tapi belum tentu ibuku. Kau tidak mencari tau dahulu riwayat kesehatan ibuku sebelum memberinya teh itu, bukan?”
Selir Charlene membulatkan matanya. Ekspresi terkejutnya telah menjawab pertanyaan Darren. Hal itu tidak pernah terpikirkan wanita tua yang kini menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Kini rasa berasalah menggelayutinya dan membuatnya berpikir bahwa benar ia telah membunuh Selir Leisha.
“Aku...sama sekali tidak pernah bermaksud untuk...”
“Aku mengerti. Terimakasih atas perhatianmu pada ibuku”
Darren menutup jurnal itu dan bangkit berdiri. Ia membungkuk sedikit lalu meninggalkan Selir Charlene. Tiba-tiba ia teringat sesuatu, lalu berhenti.