“Ia ingin menemuiku?” Krisia hampir menjatuhkan buku yang baru saja akan dibacanya malam itu. Ia segera bangkit dan berlari. Kakinya melangkah cepat menuju ruang kerja Darren. Ia tak mendengar kabar kembalinya pria itu, tapi tiba-tiba justru diminta menemuinya di ruang kerjanya.
Krisia hanya perlu belok ke kiri dan berjalan sedikit lagi untuk sampai di ruang kerja Pangeran Darren. Ia melambatkan langkahnya dan mengatur napasnya. Ia juga merapikan rambutnya dengan tangannya. Ia menyesal pergi terburu-buru tanpa menyiapkan diri agar terlihat cantik.
Aku terus memikirkanmu sejak kau pergi ke istana. Aku merindukanmu, Darren.
Krisia menarik napas sebelum mengetuk pintu. Ia lantas membuka pintu itu dengan cepat. Ia segera mendatangi pemilik ruang itu yang berdiri memunggunginya. Melihat punggungnya saja ia sudah bahagia sampai-sampai ia tak memedulikan ruangan itu belum tertutup kembali.
Krisia berjalan ke arah Darren dan berakhir dengan mendarat di punggung pria itu. Darren terkejut namun ia tetap diam.
“Putri, itu kau?”
“Ini aku, bodoh. Kau kan mau bertemu denganku”
“Oh, Krisia”
“Bodoh. Kau tidak bisa membedakan pelukan dan wangi istrimu atau aku”
“Dia tidak pernah memelukku seperti ini. Tapi kupikir juga tidak mungkin orang lain"
“Aku sangat merindukanmu. Kau pergi tanpa memberitahuku atau siapa pun. Aku mengikutimu ke sini agar aku bisa dengan mudah melihatmu. Saat masih di istana kita tidak pernah bertemu. Tapi, di sini pun aku tetap sulit untuk melihatmu. Saat kau kembali ke istana, aku sangat takut dan khawatir"
“Krisia, kita tidak bisa bicara jika seperti ini"