*(KISAH DEWI DAN PETANI MISKIN)
Matahari bersinar sangat terik di atas Tanah Seira. Langit bersih tanpa awan. Tak ada sedikit pun angin. Gelombang panas membuat Tanah Seira kering dan mengeras. Warga Tanah Seira harus lebih berusaha keras untuk mencari makan. Para ayah berburu, beberapa dari mereka rela menempuh jarak yang cukup jauh untuk menuju pantai timur. Mereka menangkap ikan. Para ibu menyelam di perairan dalam pantai timur untuk mencari kerang mutiara.
Apa pun harus mereka lakukan untuk bertahan hidup. Agar ada sesuatu yang mereka bawa pulang untuk keluarga di rumah, entah berupa uang atau makanan. Tanah di Seira tak bisa menghasilkan sesuatu yang layak makan.
Seorang pemuda duduk di balai dekat pematang sawah. Ia memandang sepetak sawah terhampar di depannya. Begitu kering. Ia sudah mengusahakannya, menanam benih padi namun benih padi tumbuh kering dan kaku. Ia hanya berharap tanah itu bisa menghasilkan sedikit saja beras. Karena beras dan makanan lain tak mengisi dapurnya.
Dua hari lalu ibunya yang sudah tua pergi bersama para nelayan dan ibu-ibu lain ke pantai timur, mencari ikan atau kerang mutiara.
“Herberttt!!” seseorang berteriak sambil berlari dari kejauhan. Ia berusaha menyeimbangkan diri tubuhnya di atas pematang sawah.
Pemilik nama itu tersentak dan bangkit berdiri lalu menghampiri seseorang yang memanggil namanya.
“Kau harus pulang sekarang juga”
“Kenapa?”
“Ibumu sudah pulang dari laut jadi ibumu ke air terjun di lereng bukit untuk membersihkan kerang mutiaranya. Tapi ibumu tiba-tiba terpeleset dan jatuh, kepalanya membentur batu.
Pemuda itu berlari cepat menuju rumahnya. Ia tak pedulikan rumput yang menyelimuti kakinya dan batu-batu kecil yang menusuk telapak kakinya. Larinya semakin kencang setelah sampai di jalan setapak.
Setibanya di rumah, beberapa tetangga mengerumuni rumahnya. Ia menerobos kerumunan itu dan melihat ibunya yang sudah terbaring. Kakinya seketika lemas. Ia berlutut di samping ibunya yang sudah memejamkan mata. Wajah wanita itu pucat namun tampak tenang dan teduh.
Pemuda itu tampak ingin menangis namun air matanya suilt keluar. Ia memikirkan hidupnya di masa depan tanpa ibunya. Bisakah ia menjalaninya, bagaimana ia bisa melewati hari-hari tanpa wanita yang sangat dikasihinya?