Putri Davonna sudah memakai gaun tidur. ia melihat suaminya yang masih duduk di tepi ranjang.
Dia pasti tidak akan bisa tidur malam ini. Aku berencana membuatnya bahagia dengan kehadiranku tapi musibah tak terduga datang sangat tiba-tiba. Aku tidak sepadan dengan kehadiran ayahnya.
Ia duduk di samping suaminya dan meraih tangannya. Ia mengusap tangan yang telah kehilangan kekuatannya itu.
“Sekang kita sama, Davonna” suara Pangeran hampir tak terdengar.
“Hm?”
“Kita sudah tidak punya orang tua. Kita yatim piatu” Pangeran Darren tertawa hambar.
“Mau jalan-jalan sebentar?” tanya Davonna. Pangeran Darren memandangnya sebentar lalu mengangguk.
Pangeran Darren dan Putri Davonna memandangi langit malam yang tak berbintang. Mereka duduk di sebuah kursi kayu halaman belakang istana.
"Langit tetap langit. Saat siang hari, matahari jadi kawannya. Saat malam hari bulan dan bintang mendampinginya. Meskipun saat ini tak ada bintang dan bulan tak tampak, langit akan tetap menjadi langit"
“Aku bukan langit. Aku tidak setinggi itu. Langit itu mungkin putra mahkota”
“Aku tidak bilang kau seperti langit”
Pangeran Darren tertawa kecil. Jadi apa maksudnya membahas langit di situasi sekarang?
“Kau bukan seperti langit,” lanjut Davonna. “Kau tidak seperti langit yang sekarang ini. kau masih memilikiku”
Pangeran Darren menahan tawa. “Sepertinya aku benar. Kau memang menyukaiku”
Putri Davonna membuka kedua tangnanya dan memeluk suaminya, mengalirkan kekuatan baru untuknya. Ia tau dunia Darren saat ini sedang runtuh, tapi dunia di sekelilingnya tetap utuh. Ia juga mengerti bahwa waktu Darren terasa seperti berhenti, tapi waktu tetap berjalan tak kenal henti.
Dunia Davonna sudah lebih dulu runtuh. Namun ia mengumpulkan runtuhan itu satu-persatu secara perlahan. Hari demi hari menumpuk runtuhan yang satu di atas kepingan runtuhan lainnya, mencoba menciptakan dunia barunya dengan sisa kenangan yang ada.