Suara air terjun menjadi satu-satunya musik bagi pasangan itu. Sudah beberapa jam mereka di sana. Hanya duduk di atas batu besar sambil memandang air terjun. Di sana mereka seharusnya pertama kalinya bertemu. Namun pertemuan gagal itu membuat mereka bertemu pada kesempatan selanjutnya. Dua kuda ditambat di pohon dekat mereka. Raja sudah kembali ke istana beberapa hari yang lalu. Tanah Seira sudah membaik. Tak banyak lagi yang harus dikerjakan pangeran.
***
Beberapa jam yang lalu.
“Kita hanya akan diam di sini? Sudah jauh kita ke sini kita tidak mandi?” putri Davonna memohon manja. Pangeran tak menggubrisnya. Matanya terpejam. Davonna mengguncang tubuh suaminya itu. Ia bahkan setengah bergelayut.
“Kalau kau tak mau biar aku saja” putri Davonna bersiap turun dari batu besar namun tangan pangeran menahannya.
“Tunggu dulu” pangeran tak membiarkan istrinya pergi sendiri. Ia membuka kedua tangannya dan melingkarkannya ke leher istrinya lalu menarik kepala istrinya ke dekat wajahnya. Ia dengan leluasa menghirup aroma rambut istrinya itu.
“Hei!! Darren!!” putri Davonna berusaha melepaskan kepalanya dari tangan suaminya.
“Tunggu, kalau kau mandi nanti wangi rambutmu hilang. Aku tak bisa menciumnya lagi”
“Tenang saja. Rambutku masih wangi, ayo”
“Benarkah?”
Pangeran dan putri bangkit berdiri. Mereka berjalan pelan ke arah air terjun sambil berpegangan erat. Putri berlari kecil meninggalkan pangeran Darren. Ia lebih dulu sampai di danau.
“Kau suka sekali dengan air” pangeran tersenyum melihat istrinya yang tersenyum bahagia. Putri tak menyahut ia semakin menenggelamkan dirinya ke danau. Ia juga menenggelamkan seluruh tubuhnya sampi rambutnya.
Sementara itu pangeran membuka jubahnya dan meletakkannya di atas batu kering. Ia berjalan menyusul istrinya yang masih menenggelamkan dirinya. Kini pangeran sudah tiba tepat di belakang istrinya. Putri Davonna muncul ke permukaan. Suaminya langsung memeluknya dari belakang sebelum istrinya itu sempat mengusap wajahnya yang basah. Tubuhnya sedikit limbung namun tangan besar pangeran segera menahannya.