Mr Landlord And I

Elsa Rumahorbo
Chapter #42

Epilog

Seluruh jalan di Seira sudah dipasang lentera yang menerangi jalan. Cahayanya redup namun menenangkan. Udara malam itu terasa dingin namun menyegarkan. Warga yang tinggal di Tanah Seira memang bukan lagi warga asli setempat, namun mereka telah diimbau pangeran Darren, pemimpin daerah itu untuk terus melanjutkan tradisi asli. Pangeran Darren ingin terus melihat tradisi yang biasa dilakukan di Tanah Seira. Tradisi yang tidak boleh hilang yaitu festival syukuran hasil panen.

Hujan di akhir musim datang sangat tepat. Tanah Seira telah memberikan hasil bumi yang sangat layak. Begitu banyak dan melimpah. Maka dari itu sebagai penikmat semua hasil itu, warga Tanah Seira tidak boleh menghilangkan pesta syukuran itu.

Meskipun baru pertama kali melakukan festival itu, namun acara itu tetap berjalan lancar. Warga menghias rumah mereka dan menghias jalan-jalan umum. Mereka mengenakan pakaian terbaik mereka untuk festival malam itu. Rambut mereka sudah ditata rapi, baik laki-laki maupun perempuan. Semuanya menyambut festival itu dengan mempersiapkan diri sebaik mungkin.

Festival dimulai dengan mengumpulkan semua warga di tanah lapang. Kemudian mereka akan bermain musik dan menari-nari. Lalu mereka mulai mengarak patung manusia yang dibuat dari berbagai hasil tanah dan melakukan tarian-tarian di sepanjang perjalanan. Arak-arakan kembali ke tanah lapang, dilanjut kembali dengan memainkan alat musik. Warga mulai menari-nari mengikuti irama musik.

Putri Davonna memandang ke arah wanita yang menari di tengah lapangan. Wanita itu menikmati saat dirinya dipandangi dengan kagum oleh orang-orang sekelilingnya. Ia memberikan senyum menggodanya pada setiap mata lelaki yang terlihat olehnya. Ia mengakui wanita itu memang sangat cantik. Ia bahkan kagum saat pertama kali melihatnya. Rambut panjangnya dibiarkan terurai. Wajahnya berbedak tebal dengan warna bibir merah seperti delima. Begitu menggoda dan mencolok.

Wanita itu memakai gaun tanpa lengan yang memamerkan bahu mulus dan indahnya. Rambut panjangnya sesekali ia mainkan menunjukkan sisi sensualnya. Rambutnya terjatuh di atas bahunya yang mulus. Sesekali ia mengangkat gaunnya dan memperlihatkan kaki jenjangnya yang kurus dan mulus. Putri Davonna mengerutkan kening saat melihatnya. Ia juga dulu dikagumi banyak pria, namun ia tak memakai kesempatan itu untuk menggoda banyak pria.

Meski sudah melihat tradisi itu berkali-kali, namun putri Davonna baru pertama kali melihat seorang penari wanita yang menari dengan penuh gairah yang mengundang begitu banyak penonton laki-laki di depannya. Ia menggeleng-geleng.

“Apa laki-laki memang biasanya suka dengan wanita seperti itu?” tanya putri Davonna. Ia menunjuk gadis yang paling mencolok karena gaun dan tariannya.

“Kenapa memangnya?” pangeran balik bertanya.

“’Kenapa?’ kau bilang? Kau juga suka wanita seperti itu!”

Lihat selengkapnya