LAWANA mengambil gunting dari nampan hijau muda yang dibawa oleh Nala. Untuk sesaat pandangan mata mereka bertemu, dan hanya perlu waktu yang sesaat itu saja bagi keduanya untuk merasakan sebuah aliran listrik kerinduan yang menyetrum dengan getaran gairah yang sudah lama tidak mereka rasakan. Sungguh pun mereka sudah mengantisipasinya, nyatanya mereka tetap tersambar juga sampai hangus.
Lawana memang memiliki permintaan khusus pada acara peresmian gedung penelitian pagi ini. Pembawa gunting saat acara potong pita nanti haruslah mahasiswa berprestasi fakultas, sebagai simbol dimulainya prestasi yang diharapkan akan terus-menerus dihasilkan dari penelitian berkelanjutan di gedung baru itu. Dan tentu saja Lawana sudah tahu siapa mahasiswa berprestasi Fakultas Kedokteran Universitas Padma Jaya.
Semua itu sudah dirancang oleh Nala, yang menginginkan kesempatan singkat untuk melepaskan elang gairahnya yang sudah lama ia kurung.
Akan tetapi, memang hanya untuk saat yang teramat pendek ini saja sesungguhnya Lawana melakukan semuanya. Awalnya dia enggan untuk datang ke acara macam peresmian gedung hibah begini. Seperti sebelum-sebelumnya, dia hampir tidak pernah terlihat dalam acara yang bersifat seremonial, meski berkaitan dengan dirinya. Satu-satunya acara seremonial yang ia datangi dengan penuh kesungguhan adalah saat ayahandanya yang amat ia kagumi wafat. Lagipula bersamaan dengan waktu peresmian itu dia ada urusan di Jepang. Biarlah perwakilan dari perusahaanya yang datang.
Tapi dia tidak akan melewatkan kesempatan seperti apa pun untuk bisa bertemu dengan Nala. Pembangunan gedung di Fakultas Kedokteran Universitas Padma Jaya itu pun atas permintaan Nala.
Lantas, dia pun beranjak dari ruang tunggu pesawat dan berjalan masuk ke salah satu toko buku. Selain suka film dan belajar, Nala juga suka sekali buku, khususnya novel. Dan entah karena dorongan apa, tiba-tiba dia pengen saja masuk ke tempat yang sebenarnya jarang ia kunjungi itu. Mungkin karena dia teramat rindu dengan Nala, juga dengan cara kencan mereka yang tidak biasa. Meski hampir seminggu sekali mereka bertemu, sebuah kencan yang kasual nyaris jarang mereka lakukan.
Edward Lawana, meski bukan seorang public figure selayaknya artis-artis film dan sinetron, memiliki ketampanan bak model Georgio Armani. Ditambah dengan statusnya sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia yang masih lajang, sudah barang tentu banyak media yang ingin meliputnya. Bukan hanya media, sejujurnya banyak orang yang ingin kepo tentang dirinya. Di usia awal empat puluhan kenapa dia masih sendiri? Tipe perempuan seperti apa yang diidamkannya? Apa yang dia lakukan saat mengisi waktu luang? Dia anggota klub kebugaran mana? Apa warna favoritnya? Apa menu makanan kesukaannya? Dan berbagai pertanyaan lain mengenai kehidupan pribadinya yang memang tidak banyak orang tahu. Memang demikian yang ia inginkan. Semakin sedikit orang yang mengetahui tentang dirinya, semakin banyak kedamaian yang bisa ia dapatkan dalam hidupnya. Untuk itulah dia jarang muncul di publik kecuali memang untuk urusan yang penting. Biasanya berkaitan dengan bisnisnya.
Lawana sesekali memang muncul di media, baik cetak maupun online. Tapi hampir selalu dengan topik yang berkaitan dengan bisnisnya, bukan kehidupan pribadinya. Dengan segala hal yang dia punya namun tetap rahasia, menjadikan Edward Lawana selalu menjadi pesona di kalangan kelas atas. Kehidupannya begitu sempurna. Tapi ada satu yang orang tidak tahu. Dan tidak boleh tahu.
Kehidupan percintaannya.
Untuk itulah, waktu-waktu ‘berkencan’ dengan Nala (kalau bisa dikatakan demikian) menjadi hal yang tidak pernah terlupakan. Selain tingkat kejadiannya yang sangat langka, caranya pun sangat berbeda. Dia tidak mungkin, sangat tidak mungkin, untuk terlihat bersama dengan Nala di depan umum. Bukan karena perbedaan usia mereka yang nyaris 20 tahun, toh secara fisik Lawana juga kelihatan masih sangat muda dan rupawan. Melainkan memang Lawana tidak bisa! Lawana tidak bisa bersikap kasual saat bersama dengan perempuan dalam konteks hubungan romantis. Ada alasan yang hanya dia dan Tuhan yang tahu.