Mr. Melancholic dan Subscriber-nya

Lady Mia Hasneni
Chapter #2

Rintikan Hujan

Kata orang hujan memberikan banyak kenangan. Saking special-nya hujan, seorang Tere Liye saja menuliskan novelnya yang diberi judul hujan. Anugrah air dari sang kuasa itu turun membasahi bumi kuala lumpur. Banyak orang yang menunggu taxi online pesanannya. Taxi yang biasanya dapat tiba dalam waktu tak sampai lima menit kini ditunggu tiga puluh menit pun tak juga tiba. Pemandangan jalanan padat pun tak terhindar.

“Hujannya tidak begitu deras.”

Paul melototkan matanya. “Hey, ini cukup deras.”

No. Aku terbiasa mandi hujan dulu lebih deras lagi dari ini.” Bantah Fahima.

“Itu kan kamu.” Sahut Paul sambil mengeluarkan handphone dari saku celana jeans. “Tunggu, I’ll book taxi first. (Aku akan pesan taxi dulu).” Paul fokus pada handphonenya. Tanpa dia menyadari Fahima berjalan menjauh dari dirinya.

Fahima menatap langit gelap dengan hiasan lampu gemerlap dari gedung- gedung tinggi. Dia merasakan tetesan air yang turun dengan lembut membasahi wajahnya yang mengadah menghadap atap dari tata surya. Sejenak sosoknya menjadi perhatian orang disitu. Namun satu menit kemudian orang – orang kembali sibuk dengan dirinya sendiri.

“Benar ternyata.” Fahima bergumam.

Perempuan itu bisa merasakan sejuta kisah masa lalunya datang menghampirinya bersama tetesan air hujan yang mulai membuat pakaian yang dikenakannya basah. Bukannya dingin, Fahima malah menikmati suasana itu. Bahkan bibirnya membentuk sebuah senyum mengingat kenangan yang hadir menyapanya. Fahima merentangkan kedua tangannya yang penuh dengan belanjaan dalam kedua belah gengaman tangannya. Dipejamnya kedua belah matanya.

Hey…” Tangan Paul secara tiba – tiba meraih pergelangan tangan Fahima yang dia rentangkan. “What are you doing here? (Apa yang kamu lakukan?)”

Saat itu Fahima tersadar. Dirinya yang ber-travel sejenak bersama hujan memasuki palung kenangan kehidupannya kembali ke alam sadarnya. Dia menyadari seluruh kain yang menutupi tubuhnya basah. Bahkan Sneaker berwarna abu – abu terasa dingin di kakinya.

“Kamu kenapa?”

Fahima menggelengkan kepalanya. “Hanya rindu main hujan saja.”

“Kamu selalu aneh – aneh saja.” Protes Paul seraya membuka jacket-nya dan dia mengangkat jacket itu menutupi kepalanya dan menarik Fahima mendekat dan berbagi jacket yang bersama. Posture tubuh Fahima yang kecil terlindungi sempurna didekat Paul yang berperawakan tinggi besar khas orang eropa. Ya kalau untuk ukuran orang eropa masih kategori standar. “Taxi-nya sudah datang.” Paul mengandeng tangan kanan Fahima yang memengang beberapa kantong belanja. “I was looking around to find you. (Aku mencarimu kemana – mana). Kenapa sih tiba – tiba menghilang.” Paul kembali mengerutu.

Fahima sama sekali tak menjawab. Dia hanya mengikuti langkah kaki Paul yang membawa ke sebuah mobil warna biru yang ter-parking dipinggir jalan yang di belakang banyak mobil yang berjejeran disana. Volume air hujan yang turun masih belum berkurang menambah basahnya pakaian Fahima. Perempuan itu melirik sekilas menatap Paul yang lebih bahas lagi darinya. Apalagi Paul mengenakan T-shirt putih lengan pendek, air hujan langsung membasahi kulitnya.

“Itu taxi-nya.” Paul membuka pintu kiri mobil dan membiarkan Fahima untuk masuk terlebih dahulu. Paul mengibas – ngibas jacket basahnya sebelum dia masuk kedalam mobil dan duduk di samping Fahima. “Okay, everything is ready now. (Semuanya sudah siap).” Ujar Paul pada supirnya.

Okay.” Angguk supir taxi dengan berlahan mengijak gas mobilnya.

Lihat selengkapnya