Mr. Melancholic dan Subscriber-nya

Lady Mia Hasneni
Chapter #3

Mimpi

      Langkah kaki dengan sneaker putih bergerak sangat cepat. Langkah kaki itu berlari kencang menembus kerumunan berbagai jenis manusia yang berada didepannya. Ditabraknya saja. Tak ada ucapan maaf dari bibirnya merahnya. sesekali mata biru fokus kedepan tak sedikit pun menoleh ke belakang. Entah apa yang membuatnya terburu – buru. Tak tampak satu hal pun yang mencurigakan kecuali seorang pria dengan topeng hitam yang menutupi wajahnya. Di tangan pria itu membawa sebuah cambuk yang siap menemukan mangsanya. Tapi tak ada yang memperdulikannya.

Pria dengan tuxedo hitam itu terus mengikuti langkah pria dengan kaos biru muda dan celana berbahan jeans selutut dengan warna senada didepannya. Tak perlu berlari menghabiskan energinya, pria itu selalu berhasil mengejar lelaki muda yang mulai kelelahan berlari. Namun dia tak menyerah. Tetap berlari. Tiba – tiba di bibirnya terlihat mengukir senyum saat matanya melihat semburat cahaya yang masuk melalui pantulan pintu – pintu kaca. Dia semakin mempercepat langkahnya.

           Manusia yang berlalu - lalang semakin banyak. Suasana terasa padat tanpa celah yang bisa di lewati. Pria itu yang menggunakan seluruh sisa tenaganya untuk mengejar cahaya yang perlahan mulai meredup pergi. Kerumunan orang tak diperdulikannya. Dia mulai mendorong dan melompati orang – orang itu. Tak ada empati di sudut matanya. Satu hal dibenaknya hanyalah meraih cahaya itu. Cahaya yang kian meredup itu hilang seketika saat tangannya hampir mengenggamnya. Dia menerobos pintu yang otomatis terbuka. Matahari yang bersinar cerah dengan cahaya yang hampir diperolehnya menghilang berganti dengan langit yang gelap.

           Dia menatap keatas. Tak ada satu pun bintang yang dia temui apalagi bulan. Semuanya terasa gelap dan pengap. Paru – parunya tiba – tiba mengerut sesak. Tangan kanannya terkepal menepuk – nepuk dadanya yang rasa sakit datang mendera. Pria itu menutup matanya. Air matanya memaksa diri keluar dari balik pelupuk matanya. Air turun membasahi kepalanya. Seketika air matanya mengering. Hujan datang membasahi dirinya yang berdiri sendirian diantara gedung – gedung tinggi. Dengan perlahan dia membuka matanya. Matanya menangkap seorang perempuan yang merentangkan tangannya. Perempuan itu tampak menikmati air hujan yang jatuh membasahi tubuhnya. Tubuhnya berputar – putar layaknya seperti orang yang menari. Dibibirnya terukir senyum yang menarik siapa saja yang melihatnya.

           Laki – laki itu melangkah mendekati sosok perempuan itu. Namun tubuhnya yang berputar – putar tiba – tiba berhenti. Kedua tangan yang dia rentangkan, dia turunkan. Wajahnya yang tadi dibiarkannya bercumbu dengan air hujan menatap laki – laki kini berdiri didekatnya. Bibir perempuan itu kembali tersenyum. Dia mengulurkan tangannya pada laki – laki itu.

           Hujan membalut suasana romantis setiap insan membuat laki – laki itu menyerah tanpa kata. Dia tersenyum seindah mungkin. Matanya berbinar – binar bahagia seperti menemukan sesuatu yang berharga dalam dunia ini. Dia mengangkat tangan kanannya dan mengarah tangannya untuk meraih uluran tangan perempuan didepannya.

           “FRITZ…”

           Sebuah teriakan yang mengejutkan dari belakangnya. Sosok pria bertopek dengan cambuk datang.

           “FRITZ…”

           “FRITZ….”

           “ARGH…. GO AWAY… PLEASE.” Laki itu berteriak sekuat tenaga.

           Semuanya hilang.

           Seorang laki – laki bertelanjang dada menendang selimut yang menutupi tubuhnya dan berteriak. Handphone disampingnya berdering keras. Sejenak dia terdiam. Digosoknya wajahnya dengan telapak tangan kanannya.

           “Ah… It was just a dream. (Hanya mimpi).” Gumamnya tak percaya. Dia merasakan semua itu terasa nyata. Dia menarik handphone disampingnya dan mematikan alarm yang masih saja tak berhenti berteriak membangunkannya.

Lihat selengkapnya