Mr. Monoton

Syarif Hidayatullah
Chapter #8

Juru Kunci

Oke, sejauh ini gue paham kenapa ada bocil kampret yang secara misterius mengantar paket berisi kaus hitam bertuliskan kata-kata sansekerta yang sama sekali enggak bisa dimengerti. 

Ini bukan teror. 

Lebih tepatnya kode supaya gue mandi. 

Udah gitu doang.

***

Satu tamparan keras mendarat di pipi gue.

“Nah. Akhirnya kembali juga rohnya.”

“Eh, gue ada di mana?” tanya gue menengok ke segala arah.

“Lo ada di alam baka.”

“Seriusan? Kok, alam baka kayak komplek tempat di mana gue berteduh dan menyendiri di kala sunyi menerpa, kesepian mendekap, dan kegelapan—”

Kang Ager itu mengunci bibir gue dengan telunjuknya. “Ssstt! Jangan banyak bacot. Gue mau lanjut keliling dan sebagai bentuk kebaikan hati, gue mau bayarin baju yang lo bawa. Mana bajunya?”

Gue serahkan kaus hitam itu kepadanya, dan dia memberikan segepok uang dalam bentuk recehan.

“Segini masih kurang, Kang Ager.”

Matanya langsung melotot. “Masih mending gue bayarin dan lo bisa makan siang ini. Harga bajunya dipotong biaya curhat ye.”

“Sudah-sudah jangan berteman.” Seseorang melerai proses tawar-menawar antara novelis kampang dan tukang ager yang rakus. “Lo makan aja di rumah gue. Biarin tukang ager itu pergi. Sorry about that, gue emang punya kelainan yang aneh. Gue bisa tiba-tiba ngebluk tidur di mana aja seperti hibernasi. Hoooaaamm....”

Gue sama Kang Ager auto mangap.

“LO MASIH IDUP?”

Dengan santai dia menjawab, “Seperti yang dikatakan sebuah karakter animasi, ‘Semua jenis manusia ada di dalam dunia ini’.”

***

Selidik punya selidik, tetangga gue adalah mahasiswa termuda yang lulus dari Universitas Indonesia. Terlihat dari banyaknya bingkai foto selfinya mengenakan toga dan menyabet gelar cum laude yang diselempangkan di jubah wisudanya. Oh iya, dia enggak memberitahu gue nama aslinya. Dia cuma minta dipanggil, David.

Begitu gue masuk ke rumahnya, aromanya khas alam tropis. Furniture-nya juga klasik dan tertata rapi. Berbagai macam bunga diletakkan di tiap sudut jendela. Dan yang bikin gue mangap-mangap ngiler adalah rak berisi piala dan mendali yang luar biasa mewahnya.

Di batin gue, kenapa orang sebener dia bisa nyasar ke komplek kayak gini?

Lihat selengkapnya