Seorang pria berbalut kaos tipis dan celana pendek sedang berkutat di dapur. Gerakannya cekatan dan terampil. Di atas meja sudah terhidang jenis makanan yang dapat menggelitik penciuman dan membangkitkan selera makan. Sesekali ia melirik lorong kecil yang terdapat dua pintu saling berhadapan.
Krek! Suara pintu terbuka menjadi perhatian pria yang sedang memindahkan hidangan ke meja makan minimalis.
"Aleeya, kemarilah kita makan," pinta pria itu pada gadis yang baru saja keluar dari kamarnya.
Gadis berpiama itu mendekat dengan senyum yang mengembang. "Paman memasak semua ini?" tanya Aleeya tampak kagum.
Adrian mengangguk dan menampilkan senyum. Aleeya merasa malu dan minder, karena selama ini ia hanya bisa memasak air dan mi instan.
"Duduk!"
Aleeya terkejut ketika Adrian sudah menarik kursi untuknya. "Makasih," ucap Aleeya.
Aleeyamemperhatikan beberapa jenis makanan yang merupakan favoritnya. 'Mungkin hanya kebetulan saja,' ujar Aleeya dalam hati.
"Kenapa Paman repot-repot menyiapkan ini semua? Paman, kan bisa meminta Ale melakukannya," celetuk Aleeya sambil memindahkan makanan ke piring miliknya.
"Ale, bisa masak?" tanya Adrian dengan ekspresi tidak percaya.
Aleeya terdiam sesaat sebelum menjawab, "Tidak, sih. Akan tetapi, Ale bisa diandalkan untuk membantu yang lainnya," jawab Ale sambil tersenyum simpul.
Tawa Adrian pecah seketika, membuat Aleeya mengerutkan kening dan cemberut.
"Kalau begitu, setelah selesai kamu cuci semua ini!" perintah Adrian.
"Paman tega menyuruh Ale yang sedang sakit," tukas Aleeya dengan nada memelas.
Adrian menghembuskan nafas pelan. "Yah sudah, kamu tidak perlu melakukannya. Makanlah yang banyak agar cepat sembuh," ujar Adrian dengan lembut.
Salah satu tangannya meraih dan mengusap pucuk kepala Aleeya. Tanpa sengaja kedua mata mereka saling bertemu dalam diam. Aleeya merasa pipinya sedikit memanas, jantung berpacu cepat, dan tubuh membeku. Rasa yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan dari Adrian. Deg! Nafas Aleeya tercekat, kala jari Adrian menyentuh sudut bibir Aleeya. Ia menutup kedua matanya karena wajah Adrian semakin dekat dengannya.
"Apa kamu berharap aku menciummu?" bisik Adrian.
Aleeya membuka wajahnya yang sudah memerah. Spontan ia mendorong wajah Adrian menjauh. Namun, dengan cepat tangannya sudah di cekal oleh Adrian. Cup! Adrain meletakkan bibirnya pada bibir Aleeya secara singkat.
"Maafkan aku Aleeya. Aku sudah gagal menjagamu, hingga kamu jatuh sakit," lirih Adrian.
Aleeya merasa canggung dan memilih untuk menundukan kepala. Jemarinya memilin ujung baju karena gelisah. Tubuhnya terasa lemah untuk kembali pada posisi tegak. Yang ingin ia lakukan sekarang adalah menjauh dari Adrian.