Sudah jatuh ketimpa sial pula. Karena cara Alan kabur terlalu ugal-ugalan, cowok itu tidak menyadari ada batu yang siap menghadang. Alhasil, keseimbangannya oleng. Aku terlempar dari gendongan. Tangan kananku mendarat duluan di kubangan becek akibat hujan. Awalnya aku tak merasakan apa-apa, namun semakin lama tanganku semakin sakit. Denyut-denyut dicampur kebas beradu. Kupikir lenganku terkilir.
Aku tak peduli lagi dengan anak buah Bagas yang katanya akan menghajar pelapor Bagas dan Ran. Pasti orangnya Alan! Dia yang jingkrak-jingkrak senang tadi.
Cowok itu merintih kesakitan, keningnya membentur puving block. Tidak ada cedera serius, karena cowok itu buru-buru bangkit dan berjalan ke arahku. “Baju kamu kotor banget.”
Oh, lupa. Terima kasih sudah mengingatkan alih-alih menanyakan keadaan.
“Aku oke. Anak-anak geng itu kayaknya udah diurus Pak Johan, tadi aku denger suara beliau marah-marah.”
Enggak nanya. Namun, kalimat keduanya cukup berguna. Syukurlah.
“Mau di sini terus? Itu kotor, lho.”
Sekali lagi terima kasih sudah mengingatkan, tapi bukan itu yang aku butuhkan. Dengan sewot aku berkata, “Panggilin Lovy sama Kana!”
Sekarang, cowok itu tampak patuh. Mulutnya yang suka membeo mendadak bisu. Jari-jarinya yang lincah menari di atas papan HP. “Sudah aku chat whatsapp,” ucapnya. Eh, darimana dia tahu nomor sahabatku? Ke nomor siapa pula dia chat? Namun, pertanyaan itu cepat kabur seiring dengan rasa sakit yang kian memilu.
Baik aku maupun Alan membiarkan hening menguasai. Untunglah, Lovy dan Kana datang cepat. Sambil berlari pula. Diam-diam aku khawatir mereka terpeleset lalu berakhir sama sepertiku.
Lovy dengan wajah yang mudah memerah tampak cemas. Kana dengan tubuh khas atlet basket memarahi Alan karena tidak membawaku segera ke UKS. Reaksi cowok itu ... biasa saja. Namun aku menyadari ada rasa bersalah di sana.
***
Kebisingan di UKS membuat telingaku berdenging. Padahal ranjang-ranjang kosong. Sepi. Tidak ada yang menjadikannya tempat membolos dengan alasan pura-pura sakit.
Tidak. Bukan begitu. Siswa-siswi SMA Laskar Nusantara sama bandelnya dengan murid di sekolahan lain. Hanya UKS-nyalah yang lebih ajaib.
Perawat Aries. Memiliki alis yang menukik, bibir yang melengkung ke bawah, dan hidung mancung yang bengkok. Mirip nenek sihir, itu alasan pertama. Alasan lain anak Lara—singkatan nama sekolah—enggan memilih UKS sebagai tempat membolos karena mulutnya bising. Setara mesin pesawat di bandara.