Jumat sore, HP-ku berdering nyaring. Setelah diangkat pun bunyinya tetap bikin telinga berdenging.
"Yabai! Haru! Lovy! Aku masuk babak ... eh maksudku kami berhasil masuk babak final!"
Yabai! Begitulah aku dan Lovy berteriak. Meniru Kana. Aku tidak tahu bagaimana reaksi mereka, yang jelas di sini aku jingkrak-jingkrak girang sampai terdengar bunyi 'krak' dari ranjang tempat tidurku. Besok, aku dan Lovy akan menonton Kana bertanding.
***
Di lapangan, cewek-cewek berbaju warna-warni mirip permen loli saling melempar tubuh. Yang lainnya membawa pom-pom berwarna perak yang menyilaukan mata. Mereka berteriak. Kencang. Tapi aku tidak mengerti maksudnya. Para cheerleaders mulai membentuk menara lima tingkat. Seorang cewek yang berada di puncak mengangkat kedua tangannya. Untung mulus. Bubar. Aku tepuk tangan, telat. Dan, dihadiahi delikan dari orang-orang di sekitar.
Seseorang menyenggol sikutku. "Haru mau?"
Lovy tidak amnesia mendadak, kan? Ini stadion bukan bioskop. Ke sini mau lihat Kana bertanding bukan nonton film. Kenapa bawa-bawa jagung beledug alias pop corn segala? Meski begitu, aku ikut mencomot. Aku masih tidak tega mengabaikan gratisan.
Setelahnya, Lovy menanyai proyek Sinematografi. Berjalan lancar, jawabku. Seminggu ini sudah masuk tahap editing. Jumat nanti semua yang terlibat dalam proses produksi akan menonton tayangan primernya—untuk menguji film sebelum disebarluaskan. Lalu PAT, dan jeng jeng, film akan ditayangkan di bioskop Lara. Tanpa aku yang berbasa-basi, Lovy menjelaskan sendiri soal kesibukannya di OSIS. Banyak mengadakan seminar dan bazar. Menjadi utusan ke sekolah lain. Dan, urusan politik lainnya.
Obrolan terhenti oleh suara heboh komentator di michrophone. Kesepuluh pemain sudah ada di lapangan. Lima dari Lara. Lima lagi dari SMANSA*. Bersalaman lalu berdiri berhadapan dengan seragam kebanggan masing-masing. Hijau timun untuk Lara, putih dengan sedikit garis jingga untuk SMANSA.
Kedua tim mulai menyusun formasi. Kana mengambil ancang-ancang begitu wasit membunyikan peluit. Bola dilambungkan. Dia melompat, begitu pula dengan jumper dari tim lawan.
DUK.
Bola pertama berhasil diambil alih oleh tim SMANSA. Buru-buru Kana memosisikan diri di bawah ring. Memasang kuda-kuda bertahan untuk mengantisipasi serangan lawan.
3-0
SMANSA langsung pakai three point. Penonton riuh.
Meski tidak bisa melihat ekspresi dari tim Lara, aku yakin mereka sedang menggertakan giginya. Lawan mereka tangguh. Sudah jelas. SMANSA adalah juara bertahan di turnamen ini.
Serangan balasan. Kana sudah berada di bawah ring lawan. Begitu si Lima mengoper bola, Kana langsung melompat tinggi. Dengan hitungan sepersekian detik, tangan kanannya berhasil memasukan bola ke ranjang.
3-2.
Semakin seru. Semakin enak juga untuk mengemil. Ide Lovy boleh juga.
Menit demi menit dilalui penuh ketegangan. Beberapa pemain bergantian dicadangkan, baik pihak Lara atau pun SMANSA. Kedua tim tampak kelelahan, tanda telah berusaha maksimal. Namun yang lebih tertekan adalah tim Lara. Selisih skor mereka semakin membesar.
Sementara aku sendiri malah dapat kenalan baru. Cowok, pakai kacamata, diseragam olahraga. Saat kulihat logonya, ternyata masih SMP. Iya, menganggapku sepantara atau mungkin lebih parah seperti mengira aku adik kelasnya. No problem. Sudah biasa. Lovy juga tidak repot mengoreksi. Cewek itu benar-benar fokus ke lapangan setelah cemilannya habis. Sepertinya kalau aku ajak mengobrol pun dia tak akan menyahut.
Cowok itu memperkenalkan diri sebagai Ipin. Atau Upin. Entahlah, suaranya tidak terdengar jelas. Penonton terlalu heboh. Dari Ipin, aku banyak tahu taktik dan strategi di lapangan. Katanya, tim Lara adalah tim ofensif atau tim yang mengutamakan serangan. Mereka bisa mencetak angka banyak dalam waktu singkat. Sayangnya, Lara lemah dalam defense, bertahan. Selama empat quarter ini, mereka cuman bisa mem-block sedikit serangan SMANSA.