Pakaian dan tempat di sekelilingku basah. Hujan? Tapi kulitku tak merasakan sentuhan air. Merasa dingin pun tidak. Tiba-tiba aku mendengar suara tetesen di kepalaku. Ada kresek di sana.
Tahu-tahu saja tawaku berbaur dengan gemercik air yang berisik. Kepalaku menoleh berulang kali ke belakang. Tidak ada apa-apa. Tapi, kenapa aku terus melakukannya? Langsung terjawab detik itu juga. Dari balik tirai hujan, pria berkaos biru basah berlari sambil meneriakan namaku dengan sarat akan kekhawatiran tapi juga penuh tawa dan ceria. Namun entah kenapa, kakiku yang tampak lebih pendek tiba-tiba berlari menjauh. Cekikikan. Menuju jalan raya. Ini mimpi?
Aku sampai di seberang. Kepalaku otomatis tertoleh ke belakang. Tawaku terhenti. Pria itu sebentar lagi menyusulku ke sini. Tak sadar bila ada mobil berkecapan tinggi yang lepas tak terkendali. “Ayah!” pekikku sekuat tenaga.
Mobil itu menabrak pohon tinggi. Dahannya tumbang membuat bagian atas mobil penyok. Tak lupa asap hitam keluar dari sana. Syukurlah Ayah berhasil menghindar. Tinggal mencegah apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Tapi sayang, tubuhku tak mematuhi perintah. Mulutku kaku. Ayah keburu menghampiri mobil. Mengetuk-ketuk kaca. Tidak ada jawaban. Mengintip. Lalu, dengan sigap menghancurkan kaca mobil menggunakan batu yang terbawa arus hujan di jalanan.
Ayah memasukan setengah badannya. Tampak bergerak-gerak dan akhirnya keluar sambil menggendong anak kecil. Wajahnya blur. Tangannya mengepal sesuatu. Cokelat?
Ayah kembali lagi ke sedan itu. Berniat menyelamatkan si Supir.
Sial! Tubuhku masih saja kaku. Kalau begini apa bedanya aku yang sekarang dengan yang dulu? Ayah kembali memasukan setengah tubuhnya dari jendela. Oh tidak! Siapapun, tolong bangunkan aku.
BOOM!
Aku menyaksikannya. Lagi. Tanpa mata berkedip. Di tengah derasnya hujan, ada api yang membara. Mobil itu ringsek. Begitu pun dengan Ayah.
***
"Siapa pun yang ada di dalam, 'kalau bisa' jangan terlalu lama."
Tok, tok, tok ....
"Enggak ada orang? Tapi kenapa enggak bisa dibuka?"
Aku terperanjat saat cipratan air mengenai wajah. Buru-buru kucuci tangan. Mengambil tisu. Segera meraih kenop pintu. Begitu terbuka, Sea langsung menerobos masuk. Sekilas, aku melihatnya berdiri sambil menyilangkan kaki tadi. Wajahnya tidak enak dipandang.
Sebaiknya aku pergi sebelum mencemari telinga.
Kucolokan earphone pada telinga. Menyetel River Flows in You. Seketika aku merasa damai. Lalu, bahuku dicolek.