Mr. Secret Melody

ChiciUzm
Chapter #22

Mr. Secret Melody

MSM itu nyata. Bernapas, berdetak, berkedip, dan bergerak layaknya manusia normal. Suara di jantungku menggebu-gebu. Apa karena akhirnya aku bisa bertemu dengan sosoknya? Tapi, kenapa harus diperantarai Alan? Apa hubungannya dengan penipuan yang telah dilakukan cowok narsis itu?

Dari atap, Alan memacu langkah cepat. Aku mendengkus. Apa dia lupa kalau aku cewek pendek bocil? Mana kuat menyamai kaki panjangnya. Dan, Alan baru sadar saat sudah melewati gerbang. Cowok itu celingak-celinguk, lalu menepuk jidat saat melihatku masih berlari di tangga. Sangat jauh.

Alan menyetop angkot berwarna biru muda. Jurusan RSU. Oh, ya! Setelah kartu peserta dibagikan, anak Lara dipulangkan. Maka, aku harus rela berdesakan dengan cewek-cewek alay yang memuja Alan. Di antara mereka, ada yang menyuruhku pindah tempat agar bisa duduk di samping Alan. Tentu saja aku lakukan dengan senang hati kalau saja mereka tidak menyebutku cewek ganjen. Katanya, habis Lamda terbitlah Alan.

Kayaknya mereka amnesia kalau Lamda itu kakakku. Terlebih, mereka yang menggoda Alan, mereka yang meminta dibuatkan puisi, dan mereka juga yang mengatai? Perlu diperiksa, nih.

Alan dengan segala kenarsisan dan kerasisannya menolak. “Aku emang cowok puitis, tapi bukan gombalis.” Lalu, tersenyum padaku seakan itu sesuatu yang paling menghangatkan sedunia. Sialnya, iya.

Sepuluh menit rasa sepuluh abad. Tubuhku tak berhenti bergerak. Membenahkan rambut, menggaruk hidung, mengentak-entak kaki, lirik kanan-kiri. Berhenti setelah disenggol salah satu cewek ganjen. Sekarang, cuman jari-jariku yang bergetar.

Pada MSM, ada banyak yang ingin kusampaikan, saking banyaknya aku bingung apa yang harus kukatakan. Cuman terima kasih? Itu terlalu formal. Maaf? Kayaknya kurang tepat. Haruskah aku bilang kalau .... Tidak! Masa iya aku jatuh cinta padanya. Apa yang kurasakan belum tentu bermakna cinta. Seperti perasaanku pada Lamda.

Sensasi aneh yang kuterima pasti gara-gara mengira dia MSM semenjak pertama kali bertemu. Dugaan itu diperkuat dengan perkataannya di kurung manuk. Memang cukup mengejutkan. Setelah dikonfirmasi, ternyata Lamda mendapatkannya langsung dari Ayah.

Saat pertama kali pindah ke rumah  Senon dan ayahnya, Lamda kabur. Belum bisa menerima keluarga baru. Karena tidak mengenal wilayah Garut, dia tersesat. Bertanya pada pria yang ia temui di jalan sepi. Naasnya, pria aneh. Kekanakan. Alih-alih bertanya dari mana asal Lamda atau siapa orangtuanya, pria itu malah bilang, "Hei, sobat! Mau berpetualang? Menembus dimensi? Pakai portal ajaib?" Penuh imajinasi. Entah didesak dorongan apa, Lamda malah curhat soal keluarganya. Dan, Askara mendadak sok bijak.

Kalimat Askara baru Lamda pahami setelah kepergian Senon. Adiknya yang ia benci ternyata tak pernah membencinya. Begitu pula sebaliknya. Bingung? Aku cuman menarasikan cerita Lamda. Jadi, pokoknya begitu.

Tidak perlu diberitahu, Lamda menyadari sendiri bahwa Askara adalah ayahku.

Fakta bahwa Lamda memperlakukanku kayak keluarga sendirilah titik pernghabisannya. Alih-alih kecewa, aku malah lega. Mungkin belum waktunya aku jatuh cinta. Dengan MSM, aku yakin cuman merasa hutang budi.

"Kiri!" Angkot berhenti. Alan menyodorkan dua lembar dua ribuan pada supir. Satu tangannya menyeretku, tangan lainnya dipakai melambai-lambai pada para cewek alay.

Alan masih menarikku. Tengok kiri-kanan-kiri, lalu menyeberang. Mirip polisi dan anak TK. Tidak perlu dipermasalahkan, masalahku sudah banyak.

Kupikir, dia akan membawaku ke Perpustakaan Daerah. Mengingat itu satu-satunya tempat yang cukup normal di banding Sekolah Luar Biasa atau Rumah Sakit Umum. Memangnya, siapa yang punya janji temu di tempat seperti itu? Kecuali, kalau MSM itu relawan atau .... Tenggorokanku tersekat. Apa kalimat terakhir Alan di atap?

Benar saja. Cowok itu masuk ke area RSU. Kali ini aku bersyukur punya hidung yang agak lemot. Di novel-novel, sering disebutkan kalau rumah sakit identik dengan bau obat-obatan dan bahan kimia. Aku malah mencium bau yang menenangkan sekaligus menyenangkan: aroma cokelat. Oh, bukan salah hidungku. Alan rupanya menyemprotkan parfum ke seluruh badannya, juga ke selilingku, begitu berhenti di ruang ICU.

Lihat selengkapnya