"Sluuuuuuuuuuuurp ... sluuuurp ...."
Tatapan tajam itu memperhatikanku dengan begitu menyebalkan, tapi aku tidak peduli. Jujur, aku sudah lelah dengan semua ini.
"Sluuuuurp .…"
Sekali lagi kuhisap seluruh cairan ice coffee sampai benar-benar habis ke dasar gelas. Biasanya aku tidak serakus ini. Aku tidak terlalu serakah dengan makanan atau minuman. Tetapi hari ini aku akan menyeruput minuman ini hingga tetes terakhir.
Bukan karena tenggorokanku kering, bukan juga karena ini adalah ice coffee yang terenak sedunia, tetapi, karena minuman ini adalah traktiran pertama yang diberikan Mr. Boss, dan aku masih marah padanya.
"Haus? Mau pesan lagi?”
“Tidak,” ujarku kesal.
“Kalau begitu minumnya biasa aja, tidak perlu berlebihan,” sahutnya lengkap dengan seringai menyebalkan. “Fun fact, perut kamu bisa kembung kalau minum air dengan sedotan bersama dengan udara-udaranya," lanjut lelaki itu sambil menyeruput kopi panasnya perlahan-lahan.
Hahaha, lucu sekali. Perutku sudah kembung sejak beberapa jam yang lalu, ketika ia hampir membuatku dihajar preman-preman jahanam. Aku tidak tahu dia pandai berkelahi, jika saja aku tahu sejak awal, aku tidak akan mengikuti permainannya.
"Kenapa? Marah?" tanya Steven saat memandangi wajahku yang masih keriting dan belum rela kusetrika menjadi lurus.
"Marah? Tentu! Bapak hampir membuatku babak belur karena dipukuli preman-preman," ujarku kesal.
"Eh? Tapi itu tidak terjadi, kan? Saya lihat tak ada luka di badan kamu, lagipula saya juga sudah traktir kamu minum. Eits … satu hal yang perlu digaris bawahi, traktiran ini bukan sebagai permintaan maaf, tapi lebih sebagai ucapan terima kasih, mengerti anak baru?" katanya dengan senyum yang sangat amat super duper menyebalkan.
"Jadi, Bapak memang sudah merencanakannya? Kenapa Bapak harus bawa-bawa saya kalau Bapak memang berniat menghajar preman-preman itu?"
"Jangan dong! Kalau saya menghajar mereka sendiri, tentunya saya bisa berakhir dengan tuntutan di pengadilan. Asal kamu tahu, preman-preman itu tidak datang dengan keinginan pribadi, mereka hanya memenuhi perintah atasannya untuk merusuh. Dan masalahnya, boss mereka, sedikit licin."
"Lalu apa hubungannya dengan saya? Kenapa Bapak meminta saya untuk datang ke lokasi itu tadi pagi?" tanyaku kesal.
“Apa boleh buat, saya butuh alasan yang tepat untuk menghajar mereka," jawabnya tanpa rasa bersalah.
"Dengan mengorbankan keselamatan saya?"
"Sebagai alasan? Iya! Karena saya akan menang tuntutan, jika kamera CCTV menampilkan dua orang preman hendak menyerang seorang wanita lemah. Tentu saja, sebagai seorang gentleman sejati, saya tidak bisa tinggal diam begitu saja. Saya harus melindungi keselamatan asisten saya. Tapi … ya sudahlah, yang sudah berlalu biarlah berlalu. Yang penting tidak terjadi hal buruk. Kamu masih sehat, tidak terluka sedikitpun dan sepertinya bahagia menyeruput ice coffee pemberian saya."
Ha ...ha … ha ..., mind blowing, tepuk tangan saudara-saudara, aku speechless, tidak tahu harus bicara apa. Baru saja tadi pagi aku merasa senang karena berhasil membuat pria ini kesal, dan sekarang, dia membalasku dengan telak. Tanpa perlu menunggu lama dia telah menyamakan skor menjadi satu sama.
"Tapi bagaimana jika saya sampai benar-benar terluka?" tanyaku tidak terima.
"Oh, itu tidak akan terjadi."
"Kenapa? Segala hal bisa terjadi. Kalau Bapak kalah bertarung dengan preman-premana itu, sudah pasti saya akan berakhir di rumah sakit."
"Tetap saja, itu tidak akan terjadi. Asal kamu tahu, Steven Joshua tidak pernah kalah dalam hal adu jotos, Oops … maaf kuralat sedikit, Steven Joshua tidak pernah kalah dalam hal apapun."
Oh, Tuhan, kumohon, tolonglah hambamu ini. Aku tak bisa bekerja dengan manusia seperti ini. Kenapa Engkau menciptakan manusia dengan jenis seperti Mr. Boss? Tipe manusia sepertinya akan merepotkan orang sepertiku. Atau lebih tepatnya, ia akan merepotkan untuk seluruh penduduk dunia.