Sandra here! Kangen dengan ceritaku? Eh, kok aku jadi narsis seperti Madam Devil? Ah, sudahlah, kita langsung ke poinnya saja.
Aku tahu yang paling membuat kalian penasaran dengan ceritaku hari ini. Baiklah, kalian pasti penasaran dengan meeting siang ini dengan Mr. X, bukan?
Aku baru tahu, ternyata meeting tidak selalu terjadi di ruangan sedingin kastil es Elsa di film Frozen. Juga tidak perlu diisi dengan tatapan dingin menusuk hati. Dan yang terpenting, meeting tidak selalu menyeramkan seperti meeting dengan ... orang itu. Kalian tahu? Cruella, eh Madam Devil. Untungnya, clientku hari ini, betul-betul pribadi yang sangat menyenangkan.
Beliau datang sedikit terlambat, walaupun demikian kedatangannya segera disambut oleh Steven. Karena Bu Anna sedang liburan ke luar negeri, maka Mr. Bosslah yang bertugas menjamunya hari ini.
Aku tidak tahu, pada pertemuan berikutnya, apa Bu Anna akan bergabung. Satu hal yang kuharap, sebaiknya jangan sampai terjadi segera mungkin. Aku harus menghindari rapat dengan Madam Devil. Kurasa, itu lebih baik untuk kesehatan mentalku juga.
Kembali ke Mr. X. Jadi, kami berbincang cukup lama di kantor, lalu beliau memindahkan meeting kami ke salah satu cafe milik sahabatnya. Horeeee, yeyeyey! Aku ke cafe hari ini, selamat tinggal kantor dingin dengan aura Azkaban penyerap jiwa.
Kurasa beberapa orang kantor sedikit cemburu denganku ketika Steven mengajakku ikut dengannya meeting di cafe, tapi aku tidak peduli. Aku mempelajari proyek ini sampai tidak sempat tidur, jadi kurasa, aku berhak mendapat sedikit rekreasi.
"Hahahaha," tawa puas Mr X setelah mendengarkan konsep yang aku jabarkan untuk desain rumahnya. Atau lebih tepatnya, konsep yang baru kukarang sekitar beberapa jam yang lalu.
Dan tentu saja, setelah mendengarkan tawa renyah itu, hatiku juga ingin tertawa. Bukan tertawa senang, tetapi lebih tertawa jahat layaknya penyihir yang siap menghukum bosku menjadi katak.
Lihatlah Mr. Boss, aku bisa! Aku memang newbie yang belum berpengalaman, tetapi bukan berarti aku tidak bisa. Jadi silahkan berubah menjadi katak. Tring … tring … tring .…
"Luar, biasa, saya suka konsepnya!" puji Mr X sambil memegangi kumis dan jenggotnya yang nyentrik. Ia kembali menghisap rokoknya dan dari ekspresinya aku tahu dia benar-benar puas.
"Terima kasih, Pak," jawabku lega.
Setidaknya hari ini aku bisa tidur tenang tanpa ancaman pemecatan. Bibirku tersenyum lebar merayakan keberhasilanku, sebaliknya kulihat wajah Steven sedikit kecut. Mungkin, dia berpikir aku akan gagal, tapi, maaf, this queen menang lagi today, o, yeah!
Akhirnya kami bertiga ngobrol ngalor ngidul sambil menyeruput kopi dan mencicipi sedikit kudapan, hingga meeting ini bubar pada pukul 9 malam.
Aku tidak menyalahkan Mr. X karena berbincang selama itu dengan kami. Saat kita menemukan teman baru yang cocok dan enak diajak bicara, aku bisa ngobrol berjam-jam lamanya.
Bukan hanya urusan pekerjaan, tetapi juga keluarga, kepercayaan, cita-cita, harapan, pandangan hidup, semuanya. Dan untungnya, Mr. X adalah orang yang sangat nyaman untuk diajak bicara layaknya seorang teman.
Tidak ada senioritas dalam otaknya, dan aku sangat menghormati prinsipnya. Respect, Mr. X. Mungkin, jika suatu hari Bu Anna memecatku, aku akan melamar untuk bekerja di studio Mr. X. Kuharap ia akan menerimaku dengan tangan terbuka.
"Sampai jumpa lagi. Terima kasih untuk pembicaraan menyenangkan hari ini," ujarnya saat mobil menjemput di drop off cafe.
"Sampai jumpa, Pak. Terima kasih untuk semuanya," jawab Mr. Boss sambil sedikit membungkuk untuk memberi hormat.
Eh, tunggu, jika bosku menunduk, apa aku juga harus ikut menunduk? Jika atasanku melakukan hal semacam itu, bagaimana mungkin aku tidak membungkukan badanku. Dan betul saja, Steven memelototiku karena tubuhku masih setegak tongkat sun go kong saat dirinya sudah menekuk hampir belok 90 derajat.
Aku tersenyum, lalu ikut membungkuk. "Terima kasih banyak, Pak," ujarku.
"Ah, kalian ini seperti apa saja. Jangan membungkuk begitu, nanti saya dimarahi Pemilik Langit dan Bumi," katanya ramah. "Tidak ada yang perlu membungkuk pada makhluk yang sama-sama bahagia juga sama-sama menderita, kita semua sama saja," ucapnya.
Hampir saja aku bertepuk tangan memberikan standing ovation pada ucapan super bijaksana yang keluar dari mulut Mr.X. Tetapi, aku mengurungkan niatku karena masi mengerti definisi kata ‘malu’, walaupun alasan sebenarnya, aku hanya ingin melakukannya jika ada Bu Anna di sini.
Setidaknya aku ingin beliau tahu, jika kami hanya berbeda pengalaman, jadi jangan pandang seseorang lebih rendah hanya lebih muda, kurang terkenal, dan tidak kaya, pas-pasan, dan… hahaha oh ternyata, kastaku memang jauh lebih rendah dari Madam Devil.