Dua minggu telah berlalu, dan ternyata tidak terlalu buruk untuk dilalui. Tanpa kehadiran Madam Devil di kantor, hidupku damai, aman, sentosa.
Aku mengerjakan semua tugas yang diberikan Mr. Boss dengan baik. Terkadang kami bertemu di rumah sekaligus kantor kecilnya untuk sekedar membicarakan desain atau meeting dengan seluruh grup untuk mengevaluasi pekerjaan masing-masing.
Satu hal yang harus kuakui, aku senang berada di SOHO miliknya. SOHO, ah, untuk yang belum tahu, itu singkatan keren dari Small Office Home Office, seperti ruko tetapi bukan berfungsi sebagai toko melainkan kantor.
Psstttt, tapi tolong jangan katakan apapun padanya, ok? Kepala bosku bisa membesar, dan hidungnya bisa terbang seperti kupu-kupu jika dia tahu aku merasa nyaman berada di kantor dan tempat tinggalnya.
O ya, sekarang aku juga punya banyak teman baru. Aku sudah mulai mengenal seluruh anggota team A. Dan ternyata mereka tidak seburuk yang kukira. Mereka hanyalah sekumpulan manusia-manusia ambisius yang melakukan pekerjaan sebaik mungkin.
Yang menurutku itu tidak salah, selama mereka tidak berusaha mendapatkan keinginannya dengan cara yang curang. Tapi, harus kuakui, mereka memang sangat kompetitif dan tentu saja kompeten. Masalahnya, sedikit sulit berdiskusi dalam team ini, tanpa berakhir menjadi debat. Kepala mereka mereka benar-benar keras, karena semua orang di sini ingin menghasilkan desain terbaik.
Mari kuperkenalkan satu-satu. Yang duduk di ujung sebelah kiri dengan cubicle yang paling asyik. Satu-satunya meja cubicle terbaik di ruangan ini karena mendapat pemandangan dari jendela. Ya, itu adalah meja Pak Alex.
Project Manager team A, salah satu arsitek paling senior di Ruanna. Kalau melihat dari umurnya, aku yakin dia hampir seumuran dengan ayahku dan yang pasti jauh lebih tua dari Steven.
Satu saja yang mengganjal dalam hati, apa dia tidak tersinggung memiliki atasan dengan usia yang jauh lebih muda darinya? Entahlah, jika itu terjadi padaku, sepertinya aku tidak akan bertahan sekuat dirinya. Atau … jangan-jangan itulah alasan yang membuatnya menjadi pribadi yang pendiam antisosial.
Pak Alex benar-benar jarang bersuara. Bahkan pada awalnya aku mengira dia tidak bisa bicara, walau akhirnya aku tahu dia normal ketika ia bisa meminta OB untuk membuatkan kopi dan mie instan.
Lalu, yang lebih junior dari Pak Alex adalah Mas Angga dan Brother John. Kalian sudah kenal Mas Angga, bukan? Betul sekali, dia satu-satunya orang yang bisa diajak bicara di sini. Dan setelah kerja satu ruangan dengannya, akhirnya aku baru tahu jika Mas Angga sepertinya punya hubungan spesial dengan Mbak Sri.
Tak kuasangka, ternyata itu alasannya kenapa dia sering main ke ruangan Team B. Ternyata dia mengajakku berbincang hanya untuk sekedar mencari alasan untuk ketemu Mbak Sri. Itu juga agar tidak ketahuan oleh Madam Devil. Jika boss besar tahu, habislah karir mereka berdua.
Ok, stop bicarakan Mas Angga, kalian pasti sudah cukup mengenalnya. Mari kukenalkan pada Brother John, bule Amerika yang nyasar kerja di Indonesia. Aku tidak tahu, apa alasannya dia bekerja di Indonesia dengan gaji yang tentunya lebih kecil daripada di negaranya.
Tapi, itulah dia, bule yang masih tertatih-tatih bicara dalam bahasa Indonesia. Aku tidak mengerti apa yang dia cari di sini, saat mungkin negaranya menawarkan kesempatan yang lebih baik.
Mister, eh, brother. Sesungguhnya aku lebih berharap memanggilnya dengan sebutan mister, tetapi wajahnya selalu meringis setiap kali aku memanggilnya dengan sebutan itu. Dia lebih suka dipanggil bro singkatan dari brother, atau bahkan langsung namanya.
Padahal dia sudah tidak muda lagi. Jika orang awam melihatku berdiri di sebelahnya, mereka pasti mengira jika aku adalah keponakannya. Tidak akan ada orang yang menebak aku sebagai adiknya. Mungkin seharusnya kupanggil dia dengan sebutan uncle? Apa dia akan suka panggilan itu?
Satu hal yang kutahu. Ketika aku mengamati semua anggota team ini, akhirnya aku mengerti, mengapa orang berpikir jika Team ini eksklusif dan arogan. Tapi, kenyataannya tidak demikian. Mereka hanya tidak berinteraksi suka seperti grup-grup lainnya. Gossip? Tidak ada, di sini senyap auranya kerja, kerja, kerja.
Sunyinya Pak Alex, dan betapa Mas Angga dan Bro John tidak terlalu banyak berinteraksi satu dengan lain. Tebakanku, bukan karena mereka musuhan, tapi karena Mas Angga tidak terlalu fasih berbahasa Inggris, demikian pula sebaliknya.