Aku membuat abang ojol mengendarai motornya dengan sedikit gila.
Mungkin ini terdengar lucu, tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Aku sedikit kasihan dengan abang ojol yang harus mendengar teriakkan panikku saat berkendara. Yang harus diingat! Aku tidak membenarkan apa yang kulakukan, aku juga tidak bisa membela diriku sendiri atas ketidaknyamanan ini.
Intinya, aku telah membuat abang ojol berkendara secepat mungkin dan membahayakan keselamatan kami berdua. Tetapi, jika kalian tanya, apa aku menyesal melakukannya? Jawabnya tidak. Aku berpacu dengan waktu, untuk menyelamatkan bossku yang entah seperti apa keadaannya.
Harus kuakui, aku bersyukur mendapat abang ojol dengan usia muda. Dia yang dapat mengantarkanku ke SOHO milik Steven dengan cepat. Walaupun aku menginginkan waktu yang lebih singkat. Alasannya? Karena jika Steven terkena serangan jantung, atau stroke, maka setiap detik akan sangat berguna untuk menyelamatkan nyawanya.
Sesungguhnya sudah terlintas di kepalaku untuk memanggil ambulance atau meminta bantuan lain, tetapi selama aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya, aku tidak berani mengambil tindakan apapun.
Kumohon jangan salahkan aku! Bukan salahku, jika aku menganggap Steven manusia manipulatif dengan jutaan akal. Lihatlah apa yang dilakukannya beberapa hari yang lalu. Aku tidak mau bertindak gegabah karena aku takut kena prank darinya. Coba bayangkan, pastinya akan sangat memalukan, ketika aku harus meminta maaf kepada petugas ambulance, jika ternyata Mr. Boss baik-baik saja dan hanya berniat mengerjaiku.
Aku mengebel rumahnya berulang kali tetapi tidak ada jawaban. Aku memberanikan diri untuk masuk ke dalam pagar dan mengetuk pintu.
"Tok, tok."
Aku menunggu beberapa saat, berharap jika Steven baik-baik saja dan dapat membukakan pintu. Tetapi ternyata, harapanku tidak berjalan mulus. Setelah kutekan bel berkali-kali, pintu itu tidak terbuka juga, jadi tanpa berlama-lama, aku mulai mencari cara lain untuk masuk ke dalam.
Sesungguhnya mudah saja jika aku berpengalaman menjadi maling. Bisa beres dengan linggis dan alat-alat penghancur pintu lainnya, tetapi sayangnya, aku tidak punya pengalaman untuk itu. Tapi … tunggu!
Betapa lega hatiku ketika mataku mengintip ke lantai atas, melihat jendela lantai 2 terbuka. Yup, jendelanya terbuka dan itu berarti setara dengan ide bagus, sialnya jendelanya ada di lantai dua yang artinya aku harus membawa badanku naik ke balkon.
Saat ini, aku berharap aku bisa terbang seperti Superman, Ironman, spiderman, atau siapa sajalah, tetapi kenyataannya aku tidak punya sayap, baju besi, atau jaring laba-laba. Intinya aku harus mencari cara lain untuk naik ke balkon lantai 2.
Kepalaku benar-benar blank untuk beberapa saat. Tetapi, hatiku menjadi lega ketika melihat tangga yang bersandar di dinding rumah tetangga. Aku segera menge-bel rumah di sebelah, meminta izin untuk meminjam tangganya, dan untung saja, setelah mendengarkan ceritaku, mereka dengan senang hati meminjamiku tangga.
Intinya aku segera memanjat tangga, lalu masuk ke dalam jendela. Mengendap-endap seperti maling di siang bolong. Tunggu-tunggu apa aku diperkenankan untuk melakukan hal selancang ini?
Pikiranku mengingatkanku pada perkataan Steven ketika pertama kali aku datang ke tempatnya. Hindari tangga, jangan pernah masuk ke lantai 2. Tetapi, dalam kondisi seperti ini, kuharap ia tidak terlalu mengingat peraturan itu.
Aku bukan Belle yang begitu penasaran masuk ke West Wing karena dilarang oleh Beast seperti pada film Beauty and the Beast. Aku tidak se-kepo itu ingin tahu masalah orang, tapi kuharap Steven juga mengerti mengapa aku melakukannya. Aku tidak mau diusir di tengah salju, lalu menjadi makanan serigala seperti di film kartun itu.
"Pak?" panggilku perlahan-lahan. "Pak Steven?" lanjutku seraya mencari sosoknya kesana kemari. Aku tidak tahu di mana aku berada. Tetapi, sepertinya ini kamar tidurnya. Aku segera mencari Steven, dengan harapan aku menjumpainya masih bernafas. Aku tidak berharap menemui mayat siang hari ini.
"Pak," panggilku sekali lagi dan aku mulai mencarinya walaupun pandanganku tertuju pada sebuah foto besar yang terpasang di dinding. Foto wajah 3 manusia, seorang pria paruh baya, seorang anak remaja lelaki yang kuyakini adalah Steven muda, dan seorang wanita.
Aku tidak pernah mendengar cerita apapun tentang keluarganya. Apa Steven memiliki seorang kakak? Atau jangan-jangan, perempuan itu adalah mantan kekasihnya? Entahlah, tapi jika dugaanku benar, seleranya tidak buruk. Karena wajah perempuan itu benar-benar sangat cantik, anggun, memesona.