"Hi, Ma!"
"Hi, San, tumben telepon, ada apa?"
"Ih, Mama kok bicaranya gitu? Ga seneng di telepon anaknya?"
"Bukan, Sandra. Mama cuma bingung aja. Kamu jarang telepon, kalau Mama yang telepon kamu sibuk juga. Ya, aneh aja, ga ada angin, ga ada hujan, tiba-tiba kamu telepon. Ada apa?"
"Ga ada apa-apa cuma kangen suara Mama. Papa gimana, sehat semua? Bastian juga, kuliahnya lancar kan?"
"Papa, Mama sehat, adik kamu juga baik-baik saja. Cuma ya itu, Mama sebel banget kalau lihat adikmu main game terus. Sekali-kali, coba kamu telepon dia! Ajak ngobrol, sekalian bilangin, jangan main game saja, belajar yang bener, tanggung jawab sedikit. Memangnya dia pikir uang kuliah turun dari langit?"
"Iya, iya, Ma. Nanti Sandra telepon Bastian."
"Sandra!" panggil Mama sedikit menyentak.
"Hmmm? Apa, Ma?" jawabku. Aku tahu siapa ibuku. Layaknya ibu-ibu seumurannya, jika nadanya sudah mulai meninggi, artinya ia memiliki suatu hal yang penting untuk dibicarakan.
"Kamu beneran ga apa-apa kan?"
"Ga, Ma. Sandra ga apa-apa."
"Beneran?"
"Iya, beneran!"
"Kamu ga stress kan? Apa bos kamu galak? Dia ngerjain kamu? Atau teman-teman kamu jahat-jahat? Kamu dibully? Eh, apa jangan-jangan kamu dipecat? Sandra, kamu ga dipecat, kan? Udah deh, Mama bilang juga apa! Kamu kerja di Bandung aja. Kamu bisa bantu-bantu di resto sambil cari kerjaan baru. Kamu tuh bikin Mama khawatir, anak perempuan, sendirian di kota besar."
"Ga, ma, Sandra ga dipecat kok. Temen-temen kantor juga baik-baik kok, ga ada yang jahat. Udah ah, Sandra telepon Mama karena kangen, eh, ujung-ujungnya malah diomelin."
"Jangan lupa makan, istirahat yang teratur! Nanti Mama kirimin frozen food lagi dari restoran, kamu mau apa? Ayam mentega? Fuyunghai? Ayam cah jamur?"
"Ga usah, Ma. Itu makanan yang Mama kirimin minggu lalu juga belum habis. Masih numpuk di kulkas."
"Ya, ampun Sandra, kamu makan yang bener deh. Jangan diet-diet, uda kerja cape, diet juga, nanti kamu sakit."
"Ga diet, Ma, Sandra cuma ...."
Aku segera menahan perkataanku. Sesungguhnya aku ingin mengatakan jika aku sibuk dan terkadang lupa makan, tetapi aku segera mengurungkannya. Mengatakan hal seperti itu di depan ibu-ibu akan membuatku diceramahi 3 jam lamanya. Jadi, untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, sebaiknya aku menjaga mulutku baik-baik.
"Cuma apa, Sandra?" tanya Mama yang sudah tidak sabar dengan perkataanku.
"Cuma sering makan di luar. Mama kan tahu, kadang janjian ketemu client di resto atau cafe. Lagian Mama juga, kirimin aku frozen food banyak sekali sampai penuh satu kulkas."
"Ya ga apa-apa kali, San. Supaya kamu ga banyak jajan makan di luar. Uang gaji kamu jangan dihabisin semua, sebagian ditabung juga."
"Iya, Ma, tenang aja. Kalau makan sama client kita dibayarin kok. Kemarin aja Sandra makan sama seniman terkenal. Namanya Mr. X, orangnya baik."
"Oh, syukurlah kalau begitu. Asal jangan lupa makan! Inget, ya San, jaga diri baik-baik!"
"Iya Ma."
"Jaga kesehatan! Minum vitamin!"
"Iya."
"Ya sudah, ini restoran lagi penuh, nanti Mama sambung lagi."
"Ok, Ma, sehat-sehat. Salam buat Papa juga ya, bye," kataku sambil menutup telepon.