"Tik ... tok ... tik ... tok ...."
Suara jam dinding terdengar lantang di ruangan sepi ini. Sesungguhnya ruangan ini tidak akan senyap seperti kuburan, jika ada satu orang saja yang mau bicara. Masalahnya, tidak satupun dari kami yang berniat untuk bersuara, bahkan sekedar mencicit pun kami tidak berani.
Kulihat wajah Bu Anna. Mukanya sedikit tidak bersahabat, um, banyak lebih tepatnya. Wajahnya berkerut seperti kepalan bola kertas bekas yang selalu kulempar ke tempat sampah.
Setelah apa yang terjadi beberapa minggu lalu di ruang ini dan insiden gurauan 'expecto patronum' barusan, aku tidak berniat untuk mencari lebih banyak huru hara dengannya.
Walaupun sesungguhnya bibirku sedikit gatal, ingin berkomentar tentang desain yang diperlihatkan Mas Angga. Tapi aku memutuskan untuk menutup mulutku rapat-rapat. Duduk yang manis, sambil mencatat dengan baik.
"I don’t like it!" kata pertama yang keluar dari mulut bu Anna siang ini. Yey, akhirnya beliau bicara sesuatu memecah kesunyian. Aku ingin sekali membuat poster quote untuk kata-kata pertama yang diucapkannya barusan.
“I DON’T LIKE IT!"
Anna Gunadi 2021
Tentu saja disertai oleh gambar foto artistik berwarna hitam putih. Akan kupajang poster itu dalam ukuran jumbo di depan meja cubicleku. Kata-kata yang akan memecut bagai cambuk hingga membuatku rela bekerja lebih romusha dari biasanya. Mungkin ini aneh, tetapi, entahlah, ambisi itu tiba-tiba muncul dari dalam hati.
Jika aku ingin jadi arsitek hebat, maka langkah awal adalah dengan membuat seorang Madam Devil terkesan. Sepertinya, jika aku bisa membuat Bu Anna bangga, maka semua orang tidak akan meragukan kemampuanku.
Anna Gunadi, adalah orang arsitek yang paling perfeksionis yang akan kujadikan standar tertinggi dalam karirku. Ah, impian yang kuharap bukan hanya sekedar mimpi.
"It's too boring. Tampaknya, bentuk, strukturnya, semuanya, boring," kata Bu Anna menanggapi desain yang baru saja dipresentasikan oleh Mas Angga. Dan dapatkah kalian tebak, bagaimana air muka Mas Angga berubah seketika mendengar kata-kata itu?
Aku deskripsikan sebagai wajah Mas Angga yang paling kusut yang pernah kulihat selama bekerja di Ruanna. Dahinya berkerut dan wajahnya bertekuk-tekuk, percayalah, dia benar-benar terlihat menyedihkan.
Aku tahu hal seperti itu sangat berat untuk didengar. Aku ingat bagaimana aku begadang berhari-hari untuk menyelesaikan tugas sebuah desain. Ketika aku datang ke dosen untuk meminta pendapatnya, dan apa yang kudapatkan dari hasil kerja kerasku? Hanya sebuah kata yang ditulis dengan huruf teknik, huruf kapital besar dengan spidol berwarna merah. "ULANG!"
Seketika itu juga, dunia seperti gempa bumi dan membuat duniaku runtuh hingga berkeping-keping. Asal kalian tahu, perasaan penolakan dosen arsitektur membuat rasa penolakan pernyataan cinta pada si doi, hanya secemen anak TK.
"I don’t know, Angga, very disappointed. Ulangi prosesnya dari awal, perbaiki hingga bentuknya sempurna," kata Bu Anna.
"Ba- baik, Bu," kata Mas Angga sambil menunduk.