"Hei, Newbie!"
"Hush, hush, apaan sih? Berisik!"
"Anak Baru, ayo cepat bangun!"
"Sekali lagi manggil, aku tabok, ya! Capek tahu, kumohon biarkan aku tidur sebentar lagi!"
Sudah kukatakan sebelumnya. Aku tidak pernah menuntut banyak pada dunia ini. Tapi, please, hanya untuk hari ini saja aku mohon, biarkan aku bangun sedikit lebih siang. Lagipula ini juga hari sabtu, kantor libur. Aku janji aku akan mengerjakan tugas-tugasku yang belum selesai, tapi kumohon, biarkan aku tidur 30 menit lagi saja.
"Bangun, hoi! Anak Baru ...! Ayo, BANGUN!!!"
"SHIT! TIDAK BISAKAH ANDA BIARKAN AKU TIDUR SEBENTAR LAGI?" teriakku kesal. Aku segera membuka mata dan menatap orang yang berusaha untuk membangunkanku, dan saat itu aku tahu, sepertinya aku dalam masalah besar.
Steven menyipitkan matanya, memandangku seolah-olah aku punya dosa besar. Harus kuakui, aku memang salah. Membentak atasan dengan kata-kata kasar tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Tetapi, setelah kejadian semalam, seharusnya aku masih bisa dimaafkan ya, please?
"Pak, Steven, Bapak sudah sadar?" tanyaku untuk mengalihkan perhatian. Aku segera memegangi wajahnya. Sesungguhnya aku cukup bersyukur melihat kondisi Steven yang sudah tampak lebih baik, tetapi dari pelototan matanya, sepertinya ia sudah gatal untuk merajamku dengan batu granit.
Hahaha, aku tidak menolak jika ia berencana melempariku dengan batu permata. Aku akan menangkap beberapa, kabur dan segera menjualnya, dan menjadi sultan kaya raya. Sial! Sepertinya kepalaku sudah benar-benar konslet, karena di dunia nyata, Steven akan merajamku dengan batu kali yang didapatnya dari lokasi proyek.
"Bukankah saya sudah bilang? Antarkan saya pulang ke rumah!" katanya kesal.
"M-maaf, Pak, saya pikir, Bapak akan lebih aman jika berada di rumah sakit."
"Kamu lancang! Kamu melanggar perintah saya!"
Itu karena Bapak lemah. Bapak pingsan berkali-kali, dan membuat saya tidak punya pilihan lain. Mau tidak mau, saya harus membawa Bapak ke rumah sakit. Lagipula itu juga demi keselamatan Bapak sendiri. Andai saja mulutku bisa ceplas ceplos bicara seperti itu.
"Saya tidak punya pilihan lain. Kondisi kesehatan Bapak membuat saya khawatir," kata-kata paling halus yang berani kuucapkan.
"Baiklah, aku terima. Tapi … apa alasannya kamu tidur di samping saya?"
"Hei, aku tidak …." Eh, tunggu- tunggu kenapa aku tertidur di sini? Oh, shit, pantas saja Steven kesal pagi ini. Dan sialnya, aku tidak punya jawaban atas pertanyaannya itu, duh, kira-kira kenapa aku bisa tidur di ranjangnya?
Seingatku, semalam aku memutuskan untuk tidak pulang ke kos. Aku akui aku ketiduran ketika menunggui Steven di pinggir ranjang. Tapi, aku bersumpah, tidak sekalipun terlintas di pikiranku untuk naik ke atas dan berbaring di sebelahnya.
"M-maaf, Pak. Saya tidak tahu apa yang terjadi? Seingatku, aku tidak tidur di sini. S-semalam saya ketiduran di pinggir ranjang," kataku sambil segera turun, melipir dari tempat tidurnya.
Duh, bagaimana ini? Akan sangat memalukan jika ternyata kemarin aku juga ngiler di bantalnya. Ow, Man. Aku tidak tahan lagi, aku akan berjalan mendekati pintu keluar dan kabur secepatnya.
"Tunggu! Mau ke mana kamu?" kata Steven untuk mencegahku pergi.
Aih, ini apa lagi sih?
Tidak bisakah manusia ini membiarkanku tenang sebentar saja?