"Aaaaaarrrgghh!" teriakku sambil menutup telepon.
Hanya satu hari, iya, hanya satu hari saja, Steven membuatku senang, sisanya, dia seperti bayi besar yang tidak bisa melakukan apa-apa sendiri. Baru kemarin, ia membuat hatiku berbunga-bunga, tapi hari ini … Aaarrrghhh!
Siapa yang tidak senang saat dia memberikan proyek desain showroom mobil padaku. Walaupun awalnya aku sempat kecewa karena tidak mendapatkan nama di proyek itu, tetapi, setidaknya aku menukarnya dengan pengalaman mendesain.
Ya, walaupun tidak diberikan hak desain 100%, aku masih harus berkonsultasi dengan Steven untuk setiap pengambilan keputusan, but, untuk junior arsitek yang masih memerlukan banyak ilmu dan pengalaman, itu tidak terlalu buruk untuk dicoba. Aku mungkin akan lebih grogi jika Steven membebaskanku sebebas-bebasnya tetapi pada akhirnya aku melakukan kesalahan fatal.
Dan menurutku, ini adalah kesepakatan pertukaran yang cukup adil. Simbiosis mutualisme, yang saling menguntungkan antara aku dan Mr. Boss.
Tapi, apa yang terjadi kemarin, beda dengan hari ini. Hari ini, di hari yang cerah ini, dia benar-benar membuatku gila. Ini hari minggu, satu hari yang selalu kunantikan dalam 7 hari dalam seminggu, dan Steven terus-terusan meneleponku seperti anak balita yang ditinggal ibunya ke luar kota.
"Sandra, keluarkan aku dari rumah sakit! Aku tidak mau tidur di ruangan jelek ini!" Atau "Sandra belikan ini, belikan itu, aku tidak mau mandi dengan sabun rumah sakit. Jangan lupa, ambilkan pakaian di rumah, tetapi, ingat, jangan sekalipun berani menggeser barang-barang lainnya! Sandra, aku mau makan ini, aku mau makan itu." Kupingku panas mendengarkan keluhan semacam itu, beserta jutaan protes lainnya.
Sesungguhnya aku bisa saja memenuhi semua keinginannya. Dengan bantuan ojek online, membelikan makanan kesukaan bukan hal yang sulit. Tetapi, setelah hasil cek laboratorium keluar dan Steven positif tifus, rengekannya akan nasi goreng kambing dengan acar yang banyak, sungguh membuatku kesal.
Harus berapa kali aku katakan, ia hanya boleh makan bubur dan makanan lembut anjuran dokter. Mulutku sudah berbusa-busa ketika mengomeli dia untuk tidak memesan makanan yang aneh-aneh. Tetapi, apa yang kukatakan hanya masuk telinga kiri lalu langsung dimuntahkan dari telinga kanan, atau bahkan tidak masuk di telinganya sama sekali.
Sepertinya Steven punya banyak sumbat kuping yang bisa digunakannya pada saat aku mulai mengomel. Huh, sepertinya aku membutuhkan trik lain untuk memenangkan perdebatan argumen dengannya.
Baiklah, mungkin kalian berpikir, "Sandra, itu kan hanya urusan makanan. Kamu ga pesankan juga masalah selesai. Toh kalau dia bandel dan pesan makanan sendiri itu bukan urusanmu?"
Betul sekali, itu juga yang ada dipikiranku. Memperhatikan pria seperti Steven memang bukan tugasku dan aku tidak mau ambil pusing dengan kehidupan pribadinya. Hanya saja, akulah yang kena getahnya jika dia kenapa-kenapa.
Masih ingat ketika ia pingsan berkali-kali? Siapa yang repot? Aku juga kan! Dan kalian harus tahu, apa yang dikatakan Steven ketika aku bercerita tentang uang DP rumah sakit yang kukeluarkan untuknya.
"Itu keputusan kamu, lagipula saya tidak minta di bawa ke rumah sakit!" Kata-kata yang keluar dari mulutnya membuatku berteriak kesal setiap kali mengingatnya.
AAAARRRRRRGGGGHHHHH …!! Aku sudah kerja keras, begadang, dan kini bosku sendiri telah merampok setengah tabunganku. Aku akui, aku memang bodooooohhh. Apa yang kupikirkan ketika membayar DP rumah sakit dengan uangku. Bodoh, Sandra, kamu bodoh.
Eh, tunggu-tunggu, aku teringat sesuatu. Bukankah aku masih memegang kunci mobil mewah Steven? Bagaimana jika aku bawa kabur saja mobilnya? Nilainya pasti berkali-kali lipat dari uang DP rumah sakit. Tapi, tidak bisa ….
Aku ingat, Steven pernah bilang jika mobil itu adalah inventaris kantor. Yang itu berarti, jika mobil itu hilang, Madam Devil akan berubah menjadi super devil, seperti Goku berubah menjadi super saiyan.
Coba bayangkan bila Madam Devil berteriak, “HIAAAAA ….”, lalu rambutnya naik ke atas dan berubah menjadi seperti pisang berwarna kuning diliputi cahaya-cahaya kekuningan.
Oh tidak! Pastinya, aku akan langsung KO dalam detik pertama. Oh, Sandra, Sandra, riwayatmu kini ... begitu … hiks … menyedihkan.
"Tut, tut, tut," telepon masuk lagi, pasti dari si bayi besar.
"Ya, apa lagi, Pak?" jawabku kesal.
"Ini masih hari libur, jangan panggil Bapak. Saya ga setua itu. Berapa kali, saya harus bilang, panggil saya Steven khusus di hari libur.
"Iya, Steven, ada apa?"
"Saya sudah telepon Bu Anna, dan saya harus menyelesaikan beberapa rancangan. Besok tolong kamu ke kantor, ambilkan dokumen-dokumen yang di meja saya, sekaligus laptop juga. Jangan lupa peralatan lainnya seperti charger dan mousenya juga, lalu segera antarkan ke rumah sakit."
"Baiklah, Steven. Tapi, apa kamu ga bisa istirahat dulu aja? Bukannya sedang sakit? Tifus perlu banyak istirahat loh?" Harus kuakui, nada suaraku terdengar sedikit menyindir, karena aku memang berniat demikian.