Aku tidak merasa kejadian ini aneh, hanya sedikit berlebihan.
Aku datang ke rumah sakit, membawa semua barang permintaan Steven kemarin. Laptop serta dokumen yang ada di meja kerjanya. Untuk laptop, itu memang mudah dibawa dan untungnya laptop milik Steven adalah tipe yang tipis dan ringan, tetapi dokumennya ... Hhhhsssssss ….
Aku harus mengakui, ini ... sangat ... amat … berat. Tumpukkan dokumen-dokumen dengan kertas A3 dengan tinggi sekitar 25 cm, dengan berat yang cukup lumayan. Setidaknya dokumen-dokumen itu membuat otot bisep dan trisepku menjerit.
Aku bersusah payah membawa dokumen-dokumen itu hingga harus memesan taxi online. Aku bukan anak manja, tetapi, aku hanya perlu mengeluarkan sedikit uang untuk menyimpan sedikit tenaga. Dapat kalian bayangkan? Apa yang terjadi jika aku membawa dokumen berat itu naik ojek motor.
Meletus otot Sandra, DOOOOR! Hatiku sangat kacau! Ya mungkin itu memang akan terjadi, dan untuk menghindarinya maka aku pilih naik mobil walaupun harus mengeluarkan kocek lebih banyak.
Kini, setelah menggotong dokumen berat itu masuk ke dalam rumah sakit, aku segera naik lift ke lantai 5, ke ruangan tempat Steven dirawat, tetapi ternyata … bayi besar itu tidak ada di sana.
"Sus, pasien di kamar 508 ke mana ya?" tanyaku pada suster jaga yang ada di luar.
"Oh, kemarin dia pindah ke kamar yang lebih besar. Lantai 8, kamar nomor 808," kata suster sambil melihat daftar pasien.
"Terima kasih, Sus," kataku sambil menggotong dokumen berat itu dan segera pergi.
Dasar makhluk sialan!!! Bagaimana mungkin dia menyuruhku membawakan dokumen berat ini tanpa memberi tahu jika ia pindah kamar? Bagaimana jika ruangan ini sudah terisi orang lain dan aku tiba-tiba masuk dan mengganggu orang tersebut? Itu pasti sangat memalukan.
Tanpa berlama-lama, aku segera menggotong dokumen-dokumen itu dan berjalan kembali menuju lift. Kutekan tombol naik, lalu meletakkan dokumen berat itu di atas kepalaku.
Ini adalah trik terbaik untuk membawa barang yang kupelajari dari mata kuliah struktur. Momen benda akan langsung tersalur ke bawah tanpa banyak perantara, seperti meletakkan benda berat di kaki meja akan jauh lebih stabil daripada meletakkannya di tengah meja, yang bisa membuat meja melendut karena menanggung beban di titik terlemahnya.
Intinya, tidak akan ada lendutan, dan itu bagus. Apa aku sudah terdengar seperti Albert Einstein? Hahaha, maaf, kenarsisanku mungkin diakibatkan dari otak yang tertekan beban berat, karena biasanya aku tidak begitu. Aku hanya berharap tidak ada otot atau otak meletus hari ini, mungkin hanya ada sedikit bad hair day, tapi kalau ngantor hanya berdua dengan bos menyebalkan, I really don't care about bad hair day.
"Ting," pintu lift terbuka dan aku segera masuk. Aku berharap hari ini aku mujur, tetapi harus kuakui, aku memang ... sedikit apes. Setelah aku masuk, alarm lift langsung berbunyi menandakan kelebihan muatan.
Ow, Steven! Seandainya dia tidak menyuruhku membawa dokumen-dokumen ini, pasti hariku akan lebih mudah. Ya, memang ini senin pagi, yang artinya, semua orang sibuk. Dokter dan suster sudah berhamburan kesana kemari, siap-siap visit ke setiap ruang. Keluarga yang mulai kembali menjenguk pasien. Intinya, aku harus keluar dan menunggu lift berikutnya.
Aku menunggu sambil menghitung kira-kira berapa lama aku harus menunggu. Mungkin tidak banyak orang yang tahu, tetapi Ci Chien sangat ahli menghitung hal-hal seperti ini. Jadi untuk mendesain bangunan bertingkat tinggi, biasanya kami harus menghitung berapa banyak lift yang dibutuhkan dalam bangunan.
Tujuannya, agar semuanya nyaman dan orang-orang tidak menunggu lama. Terutama pada jam puncak atau jam sibuk seperti jam masuk kantor atau pulang kantor. Setidaknya kami harus menunggu sekitar 5 menit.
Jujur, aku lebih senang jika memasang lift yang banyak dan meminimalkan waktu tunggu menjadi 3 menit, tapi, itulah batas waktu tersebut berbeda-beda sesuai fungsi bangunan. Maximal 5 menit. Dan apa yang kudapat? Aku menunggu selama 5 menit 25 detik, dan itu berarti, rumah sakit ini kelebihan muatan dan membutuhkan lift baru.
"Tok, Tok." Aku segera mengetuk pintu kamar no 808 dan segera masuk.
"Akhirnya datang juga," sahut Steven dengan nada penuh ketidak sabaran sambil melipat tangannya di depan dada.
Aku segera masuk ke kamarnya kerepotan membawa barang-barang titipannya.