Ms. Newbie, Mr. Boss & Mdm. Devil Seri 1

Bebekz Hijau
Chapter #20

Bab 20. Awas! Ada Boss Galak

Waktu SMA dulu, aku pernah melakukan sebuah kesalahan. Sesungguhnya banyak, tapi akan kuceritakan satu kesalahanku yang ini saja.

Jadi, hari itu, pada jam pelajaran terakhir, guru matematika mendadak tidak hadir. Aku dan teman-teman sekelas memutuskan untuk segera pulang ke rumah, atau ehm..., lebih tepatnya, ngumpul di kantin sambil makan es campur, pisang keju, dan lumpiah basah. Namun sayang, akibat seorang penghianat di kelas, kami semua berakhir di ruang BP.

Itu pertama dan terakhir kalinya aku mendapatkan cap merah di buku siswa. Buku yang digunakan sebagai acuan perilaku siswa selama berada di sekolah.

Kalian mungkin bertanya, Sandra, kami tidak perlu tahu cerita lama kamu di SMA, kenapa harus diceritakan? Jawabnya mudah, karena ternyata, bekerja di kamar rumah sakit bersama Steven memiliki aura yang sama dengan menerima hukuman di ruang BP.

Duduk di meja, di depan laptop, dengan seseorang yang mengawasi semua tindak tandukmu itu sangat tidak menyenangkan.

Aku masih ingat ketika Bu Lucy, guru BP menyuruhku untuk menulis kata-kata, "Saya, Sandra Bayu Hutama sangat menyesal kabur dari kelas, dan tidak akan mengulanginya lagi,"  pada 5 lembar folio. Rasanya tanganku sudah mau putus. 

Dibarengi dengan lirikan mata Bu Lucy yang tajam layaknya katana. Tajam, menusuk! Dan jika Bu Lucy melirik dan mendapati tanganku berhenti menulis sebentar saja, maka penggaris di tangannya ikut berdiri dan siap untuk diayunkannya ke tanganku yang malang.

Dan kini, mata Steven yang tajam mengingatkanku pada Bu Lucy. Walau tanpa eyeshadow warna warni mencolok mata, tapi Ia memperhatikan setiap gerak gerikku tanpa kenal ampun. Mr. Boss menatapku seolah-olah aku akan membuat kesalahan besar jika ia lengah. Dan rasanya tidak nyaman, sangat amat tidak nyaman. Baru saja kugambar sebuah garis di komputer, Steven sudah gatal untuk membuka mulutnya dan mulai berkomentar.

"Kalau cara kerja kamu seperti itu, kapan selesainya?" katanya mengomentariku sambil menyeruput bubur makanan rumah sakit, menu makan siangnya hari ini.

"Maaf, Pak! Saya akan berusaha menyelesaikan gambar secepatnya," kataku menanggapi perkataannya. Aku bukan drafter. Drafter kantor kecepatan kerjanya akan berkali-kali lipat dariku, tetapi menggambar tanpa berpikir memang lebih mudah. Mikir desain itu lama, dan menghabiskan waktu.

"Bagus," jawabannya dengan nada bicara yang membuatku merasa sangat terintimidasi.

Aku menatap manusia menyebalkan itu sekali lagi, sebelum aku mulai kembali bekerja di laptopku. Mencoba melihat apa yang dilakukannya, sebelum keusilannya menggangguku lagi dan lagi.

Manusia itu benar-benar bertingkah seperti anak kecil. Melihat wajah polosnya saat menyeruput bubur bagaikan malaikat berdosa, sungguh membuatku semakin emosi.

Aku benar-benar sangat merindukan bekerja di kantor. Baik dengan Team A atau team B, team apapun, dimana pun, asal aku bisa bekerja sambil berinteraksi dengan sesama manusia, bukan bayi alien pemarah yang datang dari planet lain untuk menginvasi bumi. 

"Jangan ngeliatin saya terus, nanti pekerjaan kamu tidak selesai, lalu begadang, ga tidur lagi," kata Steven sambil melirik ke arahku. "Atau, jangan-jangan, kamu sedang terpukau mengagumi betapa tampannya wajah saya?" katanya sambil tersenyum meledek. 

Idih amit-amit

Aku segera berbalik, berkonsentrasi dengan kerjaanku kembali. Menggambar setiap garis demi garis, sesuai dengan sketsa berskala yang telah kukerjakan kemarin. Memasukkan ukuran dan mulai merancang ruang demi ruang.

Lihat selengkapnya