Ms. Newbie, Mr. Boss & Mdm. Devil

Bebekz Hijau
Chapter #7

Bab 7. Dia Membutuhkan Jin! Bukan Manusia!

Setelah hampir terlambat, nyaris disiksa preman, dan berakhir di traktir ice coffee, kurasa hari ini tidak terlalu buruk. Setidaknya tidak seburuk kemarin, walaupun ternyata pekerjaanku hari ini belum selesai sampai di sini.

Awalnya aku berharap, setelah makan siang, aku hanya perlu mengikuti Steven sebentar lalu segera pulang. Kembali ke kos untuk beristirahat. Tetapi ternyata sebuah bunyi dering telepon menghancur leburkan semua impian dan harapanku. Coba tebak! Siapakah yang menghancurkan impianku? Siapa orang di balik sambungan telepon itu? Satu ... dua ... tepat! 100 untuk yang menjawab Madam Devil.

"Halo, siang!" kata Mr. Boss saat mengangkat teleponnya.

Aku tidak mau menguping pembicaraan mereka, walaupun dalam hati aku merasa sedikit penasaran. Eh, tidak, tidak, sesungguhnya aku merasa sangat amat penasaran. Tetapi aku tidak akan menguping.

Aku, Sandra Bayu Hutama adalah pribadi yang tahu etika. Bagaimana mungkin bocah newbie sepertiku berusaha menguping pembicaraan bos besar? Tidak sopan, ya kan? Ah ..., tidak juga sih, sesungguhnya aku kecewa karena aku tidak bisa menguping walaupun aku sangat ingin melakukannya, huhuhu.

Jika kedua bossmu adalah orang-orang nyentrik dengan perspektif unik, tentu saja kamu harus mendapatkan informasi untuk menentukan apa langkah kedepan. But nope, I don't get any information.

"Hei, Newbie, ayo kita pergi!" ajak Steven setelah mengakhiri teleponnya.

"Kita mau pergi ke mana, Pak?" tanyaku penasaran.

"Jangan banyak tanya, ayo!" jawab bossku yang sesungguhnya tidak menjawab apapun. Mau bagaimana lagi? Aku tidak punya pilihan lain selain mengikutinya. Ini masih jam kerja. Aku tidak tahu apakah jantungku ini masih cukup kuat bekerja dengan orang yang misterius sepertinya. Satu hal yang kuharap, semoga dia tidak terlalu jahat untuk menjebloskanku ke jebakan serigala untuk yang kedua kalinya.

“Hei, Newbie, kenapa melamun? Cepat jalan!"

"M-maaf, Pak!"

Aku segera berjalan mengikutinya ke tempat parkir

"Masuk!" perintahnya setelah membuka pintu mobilnya.

Asal kalian tahu, jika aku perempuan materialistis, aku akan senang sekali naik mobil miliknya. Kendaraan yang sangat mewah untuk gaji seorang arsitek.

Tunggu, apa aku boleh bertanya berapa nominal gajinya? Apakah pertanyaan itu tidak terlalu ... um, personal? Tolong digaris bawahi, aku tidak ingin dekat-dekat dengan Mr. Boss, tapi aku benar-benar penasaran! Apakah jika aku menekuni karir dalam bidang ini, aku bisa membeli mobil sekeren mobilnya?

"Inventaris kantor," jawabnya seolah-olah mengerti isi pikiranku. "Aku tidak mengeluarkan sepeserpun untuk mendapatkannya. Selama aku kerja untuk Anna Gunadi, aku bisa menggunakannya untuk aktivitas sehari-hari. Jadi, jangan berpikir macam-macam!"

"Saya tidak berpikir macam-macam," protesku saat masuk ke dalam mobilnya.

"Ya baguslah kalau begitu! Jadi saya tidak perlu menjelaskan lebih lanjut," katanya sambil mengendarai mobilnya dan kami segera pergi.

"Ngomong-ngomong …, kamu suka style seperti apa?" tanya Mr.Boss memulai pembicaraan denganku.

"Yang tinggi, keren, eh, maksud Bapak style apa?"

"Style arsitektur tentunya, kamu pikir style apa?"

"Oh, m-maaf, Pak. Um, aku suka style apa ya?" Aku mulai berpikir mencari jawaban. “Saya suka tropis. Tropis minimalis, tropis modern, apapun yang penting tropis, sustainable, dan green," jawabku.

"Tropis? Kenapa?"

"Karena kita tinggal dan bekerja di Indonesia, beda lagi jika aku kerja di negara lain. Bukankah arsitektur selalu mengikuti iklim dan kebudayaan setempat? Kadang, saya sedikit kesal jika melihat orang membangun bangunan dengan gaya yang tidak sesuai dengan iklim dan budaya lokal. Sialnya, kadang mereka terlalu berbangga diri, merasa jika selera mereka luar biasa. Rumahku bergaya klasik eropa, lengkap dengan patung dewa Zeus di pilar depan rumah, beserta kolom-kolom corinthian yang menjulang ke surga, oh, bullshit!" kataku sambil menutup mulutku.

Sialan! Aku tidak sengaja berkata kasar di depan atasan. Aku bahkan tidak bisa mentolelir diriku sendiri yang mengatakan umpatan itu di depan Mr. Boss, layaknya ketika aku berbincang dengan teman-temanku.

Lihat selengkapnya