Ms. Newbis, Mr. Boss, & Mdm. Devil Seri 2

Bebekz Hijau
Chapter #2

Bab 2. Kenapa Aku Jadi berlebihan?

Otak sehatku sudah memberikan saran terbaik. Sebaiknya aku pergi ke kantin, beli kopi, makan roti dan berbincang-bincang dengan Kak Nia. Bukankah itu menyenangkan?

Bayangkan saja, kantor tiba-tiba sepi dan kami berdua punya waktu ngobrol di pagi hari. Ah, anak SMA juga tahu betapa bahagianya bila guru-guru absen karena rapat mendadak. Mereka pasti akan menghabiskan waktu di kantin atau tempat nongkrong terdekat. Tetapi, sayangnya rencana itu hanya ada di otak saja, bukan hati. Karena hatiku sedang tidak merasa baik-baik saja.

Informasi yang kuterima dari Kak Nia pagi ini, ditambah pembicaraan Steven tentang neraka semalam, sungguh membuatku khawatir. Jika Kak Nia benar, Bu Anna memindahkan semua perkerjaannya, apa Steven benar-benar baik-baik saja? 

Tanpa angin, tanpa hujan, semua proyeknya dipindahkan pada orang lain, dan jika aku menjadi dirinya, aku sudah pasti akan stress berat. Atau, jangan-jangan Steven sendiri yang meminta Bu Anna untuk memindahkan proyeknya? Jika itu benar, pastinya bosku sedang tidak baik-baik saja.

Apa dia mengidap penyakit parah dan akan segera meninggal? Kenapa ia harus kehilangan seluruh proyeknya? Arrgggghhh ... semua pikiran aneh ini tiba-tiba muncul begitu saja dan menghantuiku.

"Tut, tut, tut, nomor yang Anda panggil tidak dapat dihubungi."

Sialan, ini sudah kesekian kalinya aku mencoba menghubungi Steven, dan masih tidak ada jawaban. Apa yang sesungguhnya terjadi? Dia membuatku khawatir, sungguh sangat amat khawatir.

"Kak Nia, sorry, bagaimana jika kita ngobrolnya nanti saja? Aku janji, aku pasti cerita semua kejadian kemarin, tapi … sekarang ada hal lebih penting yang harus kulakukan, jadi …aku permisi dulu," kataku mengambil tas pribadiku dan segera pergi. 

Aku tahu, aku membuat Kak Nia cemas dengan kepergianku yang serba tiba-tiba, tetapi, aku sungguh tidak ingin terjadi sesuatu padanya. Dia lelaki yang sangat merepotkan karena kemisteriusannya. Ini sudah kesekian kalinya dia membuatku merasa panik dan gila. Sialnya, dia selalu berhasil melakukannya. 

Mungkin setelah ini, aku akan mengatakan padanya secara langsung, jika aku tidak akan peduli padanya. Berharap jika dia berhenti melakukan hal seperti ini lagi padaku. Walaupun pada kenyataannya, akulah yang tidak bisa berhenti mengkhawatirkannya.

"Tut, tut, tut, nomor yang anda panggil tidak bisa dihubungi." Shit! Itu lagi, itu lagi! Adakah kata-kata lain yang bisa dijawab operator, selain kalimat itu? Apa saja yang lebih lucu dan tidak membuat orang panik. Nomor yang anda panggil tidak bisa menjawab karena handphone tertelan bebek, terlempar ke luar angkasa, disita alien, atau apa saja yang lebih menghibur.

Aku segera pergi ke SOHO milik Steven walaupun jalanan Jakarta sedikit macet. Aku sudah menyuruh abang ojol untuk sedikit cepat, dan 20 menit adalah waktu maksimal yang bisa ditempuhnya.

Aku segera turun, menekan bell rumahnya berkali-kali dan … masih tidak ada jawaban. Tenang saja saudara-saudara, Sandra punya jalan lain. Masih ingat tangga yang kupinjam dari tetangga? Untungnya tangga itu masih ada di tempatnya, belum dikembalikan. 

Aku segera naik tangga dan melompat ke balkon kamarnya. Sama seperti sebelumnya, jendela kamarnya masih terbuka. Tanya, kenapa jendela kamarnya selalu terbuka? Rumahnya ada di Jakarta, tidak ada udara segar seperti di Bandung. Coba bayangkan, betapa gerahnya bila jendela kamarnya terbuka? Tapi, mari kita lupakan masalah itu, dan segera masuk ke dalam. Aku segera memanjat jendela dan melompat masuk ke dalam kamarnya.

"Wow, saya tidak menyangka ternyata kamu memang hobby mengendap-endap masuk ke kamar tidur pria seperti cicak. Betul, Nona Newbie?" tanya suara yang datang dari dalam ruangan.

Badanku tiba-tiba membeku, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Steven berdiri di sana, dia terlihat baik-baik saja. Tangannya masih memegang handuk dan mengelap rambutnya yang basah, seperti orang yang baru selesai mandi. Dan ... oh ... ehm …. 

Dear pembaca sekalian, aku tahu peristiwa apa yang umum terjadi dalam cerita-cerita semacam ini. Tapi please, jangan berpikiran macam-macam pada kasusku, ok

Intinya, Steven baik-baik saja, dia baru keluar dari kamar mandi, dan untungnya dia sudah berpakaian lengkap. Memakai kemeja dan celana panjang hitam. Aku sedikit kecewa karena …. 

Damn Sandra! Apa yang kamu pikirkan? Ini semua demi kebaikanmu! Jadi, terima saja! Tidak akan ada lelaki tampan yang memamerkan susunan enam kotak roti sobek di perutnya di kisahku ini, mengerti?

"M-maaf, Pak!" kataku sedikit malu. Siapa yang tidak malu, jika kamu masuk ke dalam rumah orang dengan cara seperti maling.

"Tolong katakan, apa yang kamu inginkan? Jujur, saya tidak mengerti dengan isi pikiranmu. Apa mulai sekarang, setiap pagi, saya tidak bisa lagi membuka jendela kamar saya sendiri?" kata Steven kesal.

"S-saya minta maaf, Pak," kataku sambil tertunduk lesu.

"Bukankah sudah kubilang, kamu tidak boleh masuk sembarangan ke kamar pribadi saya? Kamu boleh ke lantai satu, tapi tidak lantai dua, ingat?"

"I-ingat, Pak, maafkan saya!" jawabku sambil menunduk. Aku malu sekali, aku tidak menyangka akan menjadi seperti ini. "Ta-tapi … saya melakukan ini karena Bapak tidak menjawab telepon, dan saya khawatir, terjadi sesuatu dengan Bapak. Seperti waktu itu.”

"Kenapa kamu bisa berpikiran demikian?" tanya Steven sedikit kesal.

"Karena pertanyaan Bapak semalam …. T-tentang alasan keluar dari neraka. Belum lagi berita pagi ini, membuat saya khawatir."

“Berita hari ini?" tanya Steven.

Lihat selengkapnya