Umar duduk sambil membaca Al-Quran di atas tempat tidur. Jendela kamar sedang terbuka, mengabarkan waktu sore sedang tenang. Jendela yang terbuka mengizinkan sepoi angin dari masuk dengan leluasa. Dari jendela itu pula tampak langit sore berselendang mega warna merah anggun yang memesona. Terlihat pula bayangan Gunung Semeru yang berdiri dengan perkasa. Di samping jendela kamar itu, ada Zainab yang sedang duduk dengan meletakan bayinya di atas pangkuan sembari menikmati hembusan udara yang sejuk itu. “Mas!” sapa Zainab pelan padanya yang sedari tadi khusuk membaca Al-Quran dengan kemerduan.
“Iya Dik.”
“Sudah selesai?”
“Kalau Adik perlu sesuatu, maka aku selesai.”
“Oh, tidak Mas teruskan saja membacanya.”
“Dik, sini! Aku tahu kau sejak dari tadi aku baca Quran memang sepertinya kau ingin mengatakan sesuatu.”
Zainab menjadi tak enak hati karena membuat suaminya berhenti membaca Quran. Tetapi, ini telah memasuki hari ketiga kelahiran bayi yang tanpa nama ini. Ia melangkah dengan menggendong bayinya.
Umar meletakan kitab sucinya di atas meja kecil di samping tempat tidur begitu Zainab duduk di dekatnya. Zainab duduk dengan kaki berada di atas lantai sementara ia duduk bersila menghadap ke arahnya.
“Mas, anak kita namanya bagaimana?” tanya Zainab.