Muara Cinta di Titik Semula

Faiz el Faza
Chapter #18

Sindrom

Terlihat sebuah gerbang kecil dengan jalan masuk dipagari tembok bangunan warga di selah kanan, lalu di sebelah kiri ada pagar beton dengan hiasan lampu-lampu. Itu gerbang Pondok Pesantren Nurul Huda Sidodadi. Mobil yang dikendarai memasuki gerbang. Setelah melewati gerbang, mobil itu terus melaju. Berbelok ke arah timur di pertigaan jalan. Kini jalannya menanjak naik melewati jembatan. Di bawahnya mengalir aliran sungai kecil yang jernih.

Ia dan Ust. Thoriq turun di depan Asrama B, sebuah nama gedung asrama kecil berderet empat kamar. Asrama B adalah asrama yang dikuhususkan untuk para ustad dan staf pesantren. “Bawa barang-barangmu keluar dan ikut aku,” kata Ustad Thoriq padanya.

Ia mengikutinya keluar sembari membawa dua tasnya. Begitu ikut masuk, ia melihat keadaan kamar itu. Sebuah karpet merah tergelar di lantai. Ada karpet merah itu menutupi setengah dari luas lantai kamar. Dua buah lemari kayu yang berfungsi untuk menaruh pakaian dan barang pribadi berdiri di depan tembok.

Di salah satu lemari tersebut ia meletakkan barang-barangnya, tetapi bukan di seluruh lemari, hanya satu kotak yang berada di lemari tersebut. Kotak lemari yang ia tempati terletak di bagian bawah. Ia duduk di lantai sambil memasukkan baju-bajunya ke dalam kotak lemari.

Ia bersandar di dinding, beristirahat, seusai merapikan barang-barangnya di lemari. Ia memperhatikan sudut-sudut kamar. Ada sebuah lipatan alas tidur, selimut, dan di atasnya terdapat sebuah bantal. Ia baru menyadari tidak punya alas tidur sendiri. Mana punya uang buat membeli alas untuk tidur? Batinnya.

“Kamu ndak usah khawatir, ‘entar tak belikan?” kata Ustad Thoriq.

“Terima kasih banyak, Ustad.”

Lihat selengkapnya