Muara Rindu

penamaliafara
Chapter #2

Bab 2

Sepasang mata mengerjap setelah sadar dari pingsannya. Hidungnya mencium aroma obat-obatan. Sekali tebak, perempuan itu bisa tahu jika dirinya tengah berada di rumah sakit. Perempuan itu berdesis merasakan pening yang menyerang di kepalanya. Perempuan itu menyadari jika ada perban yang tertempel di kepalanya untuk menutupi luka. Dalam hati, perempuan itu bertanya-tanya seberapa parah lukanya? Bahkan dia sampai memejamkan kembali matanya untuk meredakan rasa pening. Perempuan itu Anjani. Baru saja mengalami penjarahan di tokonya tadi malam. 

Anjani kembali membuka matanya saat mengingat toko jahitnya yang berakhir mengenaskan. Anjani tersenyum pedih. Mesin jahitnya rusak, bahkan hancur karena ulah pria tidak bertanggung jawab. Untungnya, Anjani masih selamat dan tidak dilecehkan lebih parah oleh tiga pria tadi malam.

Pintu ruang rawat Anjani dibuka oleh seorang pria yang sama sekali tidak Anjani kenal. Jelas Anjani tahu jika orang itu bukanlah seorang dokter atau perawat yang bekerja di rumah sakit. Karena pria itu mengenakan kaos oblong warna biru dongker yang warna sudah pudar ditambah dengan celana jeans yang senanda dengan warna bajunya. Pria yang berambut cepak itu berjalan mendekati brankar Anjani dan berdiri di samping brankar.

"Anda sudah bangun, Nona?" tanya laki-laki itu yang tidak lain adalah Janari. Dari semalam, Janari yang telah menemani Anjani. Janari tadi pergi ke luar untuk mencari sarapan untuk dirinya. Maka dari itu, Anjani tidak melihat siapapun di ruangannya saat sadar tadi.

Anjani mengernyitkan dahinya bingung. "Maaf, kita kenal?" balas Anjani bertanya. 

Janari melempar senyum karena pertanyaan Anjani. "Tidak. Kita sama sekali tidak saling kenal," jawab Janari. "Tetapi, jika Nona ingin mengenal saya lebih dalam, saya tidak merasa keberatan sama sekali. Saya akan merasa senang jika bisa berkenalan dengan Nona," sambungnya. 

Jelas Anjani semakin bingung dan menatap pria di sampingnya ini dengan pandangan aneh. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba laki-laki tinggi dan gagah ini ingin berkenalan dengannya. Dengan kondisi Anjani yang masih terbaring di ranjang rumah sakit yang tidak ada empuknya sama sekali. 

"Saya Janari Basukiharja. Nona bisa memanggil saya dengan nama Janari. Atau Nona mau memanggil saya dengan panggilan kekasih juga boleh. Sangat boleh malahan," jelas Janari tanpa Anjani minta. 

Anjani merasakan pening kembali menyerang kepalanya saat mendengar ocehan Janari yang panjang lebar. Melihat Anjani yang memegangi dahinya dan memejamkan mata, Janari menjadi panik sendiri. 

"Apa sakit sekali, Nona?" 

"Perlu saya panggilkan dokter?" 

"Nona ingin minum?" 

Rentetan pertanyaan dari mulut Janari membuat kepala Anjani semakin pusing. 

"Diamlah!" sentak Anjani membuat Janari membungkam mulutnya dengan satu tangannya sendiri. "Diam! Suaramu membuat saya sakit kepala!" sambungnya. 

"O-oh, baiklah," jawab Janari. 

"Saya menyuruhmu diam," ucap Anjani. 

Anjani merasa lega saat Janari sudah tidak bicara lagi. Sungguh, rasanya kepalanya mau pecah mendengar ocehan orang yang berdiri di sampingnya dengan masih menutup mulutnya dengan satu tangan. Di sisi lain, Anjani merasa geli sendiri dalam hati dengan tingkah Janari. Perawakan Janari yang gagah dan sangar seketika hilang. Janari seperti anak penurut pada orang tuanya. 

"Kamu siapa? Kenapa bisa ada di ruangan saya?" tanya Anjani. 

Lihat selengkapnya