Rhaen dan Eirys sudah melancarkan aksinya sejak tiba di ruang tunggu. Mereka memindai semua hal yang ada di ruangan itu. Hasil pindaian itu diterima oleh Salvor di markas Dark-9. Sejenak Rhaen mengamati lebih seksama semua detail ruangan yang sedang ia tempati. Ia dan Eirys tidak berjalan-jalan di ruang itu, antisipasi pertama jika ada kamera yang mengintai pergerakan mereka yang mencurigakan.
Melalui fitur zoom di kacamatanya, Rhaen bisa mengamati secara lebih dekat bagian-bagian yang menyusun pernak-pernik ruang tunggu itu. Dinding yang ternyata memiliki panel-panel LED yang tersembunyi, begitu juga langit-langitnya. Meja di depannya berwarna hitam pekat seperti layar monitor yang sedang mode off, Rhaen menyentuhnya, dan muncul antarmuka hologram yang melayang beberapa senti di atasnya.
“Hai, saya Shepia. Selamat datang di Self Integrated Framework for Advanced Recovery atau SIFAR. Jika Anda baru pertama kali datang ke sini. Saya memiliki beberapa petunjuk untuk Anda. Pertama scan sidik jari Anda untuk mengetahui mendapatkan informasi mengenai kesehatan Anda. Kedua, Anda bisa berkonsultasi dengan Shepia dengan mendaftar akun Shepia dan Anda akan mendapatkan informasi tentang kesehatan Anda secara lebih mendalam. Ketiga, katakan apa saja pada Shepia, dan Shepia akan menjawabnya untuk Anda.”
Dengan segera Rhaen ingin menggunakan Shepia, asisten SIFAR ini. Tapi, Eirys mencegahnya. Rhaen sadar harus mengendalikan diri. Dan sampai kapan dirinya terlihat bodoh di depan Eirys. Rasanya ini lebih membuat frustasi. Eirys tampak tenang dan sepertinya ia sudah mendapatkan sesuatu yang menarik perhatiannya di ruang tunggu ini.
“Bapak Roma dan Ibu Juli, silakan masuk ruangan F-01.” Rhaen dan Eirys bergegas masuk ke ruang yang di maksud. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, bahwa di setiap sudut ruang yang mereka lewati harus diperhatikan secara seksama. Entah hal apa saja yang sudah berhasil dianalisis oleh Salvor di markas Dark-9.
Mereka berdua tak ubahnya pasien yang akan berkonsultasi dengan dokter. Hal yang unik adalah nama dokter yang terpampang di depan pintu, bukanlah nama sesungguhnya, melainkan hanya kode. Dan saat ini mereka masuk ke ruang dengan nama dokter dr. F-01. Ruangan yang mereka masuki memiliki kondisi yang tidak jauh berbeda dengan ruang dokter di rumah sakit pada umumnya. Namun, satu hal yang sedari tadi mengusik Rhaen. Tidak ada lalu lalang pasien lain. Sebenarnya hanya mereka berdua yang mengunjungi SIFAR. Lalu mengapa harus duduk di ruang tunggu? Apa mereka mengetahui penyamaran ini?
Keterkejutan Rhaen dan Eirys tampaknya belum berakhir, manakala dokter yang mereka datangi adalah dokter laki-laki yang masih sangat muda. Kurang lebih seumuran mereka.
“Silakan Bapak, Ibu,” ucap dokter itu, “Selamat datang di SIFAR. Kami adalah layanan kesehatan eksklusif yang dapat Bapak dan Ibu akses dengan gratis untuk kunjungan pertama dan akan dikenai biaya di kunjungan berikutnya.”
Rhaen dan Eirys hanya mengangguk-angguk.
“Bapak dan Ibu, bisa memanggil saya dokter F-01,” lanjut dokter itu. “Kalau boleh tahu, apa yang membawa Bapak dan Ibu bisa sampai di sini?” kata dokter itu lagi.
Rhaen mempersiapkan suaranya. Latihannya harus berhasil diaplikasikan saat ini.
“Kami, maksud saya, saya memiliki keluhan di persendian saya. Kadang-kadang sehabis aktivitas itu sakit, pegal-pegal. Tapi, kadang saya merasa baik-baik saja. Jadi saya bertanya ke kerabat saya di mana pengobatan terbaik untuk menyembuhkan penyakit saya. Beliau menyarankan di sini. Akhirnya saya mengajak istri saya ke sini.”
“Boleh tahu, siapa nama kerabat Anda?”
“Aduh, maaf dokter. Kerabat saya minta identitasnya dirahasiakan dari siapapun. Saya sudah berjanji.”
Sejauh ini akting Rhaen masih meyakinkan.
“Baiklah kalau begitu. Mari saya periksa.”
Rhaen diarahkan ke bilik yang ada di samping kiri meja dokter. Eirys memberi kode untuk melakukannya sendiri. Eirys akan melancarkan rencananya.
Rhaen menimbang-nimbang untuk membuka obrolan yang bisa menggali informasi tentang Orien Runo.
“Sejak kapan Bapak mengalami keluhan persendian?” Dokter ternyata membuka obrolan dahulu.
Rhaen sejenak mencari jawaban. “Sejak lima tahun yang lalu. Tapi memang belum separah sekarang keluhannya. Saya hanya coba hidup lebih sehat saja.”
Dokter hanya mengangguk sambil melanjutkan proses pemeriksaannya.
“Saya sebenarnya takut, Dok. Semenjak mendengar kematian Orien Runo, saya jadi overthinking. Saya takut jika mendadak meninggal seperti Beliau. Saya juga merasa tulang-tulang punggung saya sakit. Saya benar-benar takut jika punggung saya tiba-tiba berdarah lalu saya mati. Bagaimana dengan istri saya, jika saya tinggal mati?”
“Bapak tidak boleh terlalu overthinking. Bapak pernah nocebo effect?”
Rhaen menggeleng. “Apa itu, Dok?”
“Seseorang bisa merasakan sakit sesuai dengan pikiran dan keyakinannya karena terlalu memikirkan penyakit tersebut akan menimpa dirinya. Padahal sebenarnya tidak. Singkatnya apa yang kita pikirkan dapat mempengaruhi kerja tubuh kita.”
“Jadi, saya harus berpikir positif ya, Dok?”
Dokter tersenyum. “Ya.”
“Tapi, Dok. Semua beranda sosial media saya selalu muncul berita kematian anak miliarder itu. Bagaimana saya bisa terbebas dari pikiran negatif saya?”