Dita seperti biasanya menunggu jagoan kecilnya pulang dari tempat pendidikan anak usia dini. Ia sesekali menyunggingkan senyum dan melambaikan tangan pada jagoan kecilnya. Jagoan kecilnya nampak menikmati dunianya. Bernyanyi maupun bermain perosotan dan ayunan bersama teman seusianya.
Dita memilih duduk di sebuah bangku panjang yang ada di halaman PAUD sambil memandang dan tersenyum melihat jagoannya. Ia seraya membaca sebuah majalah khusus perempuan. Ada seseorang laki-laki seusia Dita yang sedari tadi memandanginya dari ujung kaki sampai ujung rambut. Ia juga menerawang anak kecil yang dilambaikan tangan oleh Dita. Lelaki muda yang berpakaian rapi dan sungguh keren melangkah agar lebih mendekat ke arah duduknya Dita. Ia memandang punggung Dita dan menghentikan langkah beberapa langkah saja dari tempat duduknya Dita yang ada di hadapannya.
"Dita, " sapa lelaki itu dibuat selembut mungkin.
Dita agak kaget, tiba-tiba ada orang yang menyapanya. Ia tidak langsung menoleh ke arah sumber suara yang kira-kira hanya beberapa meter di belakangnya. Suara itu seperti pernah akrab di telinganya. Pernah mengisi hari-harinya. Ia begitu penasaran dengan suara yang menyapanya sebab tak biasanya ada seseorang menyapanya langsung nyelonong memanggil namanya. Jantungnya berdegup kencang, pelan-pelan tapi pasti dirinya terbangun dari duduknya dan menoleh ke arah sumber suara di belakangnya. Tatapan mereka pun bentrok. Dita seakan terperanjat, mukanya mendadak merah padam. Dirinya seolah tidak percaya dengan apa yang ada dihadapannya. Debit jantungnya tak menentu seakan dirinya mau pingsan tapi dirinya berusaha untuk kuat dan tegar. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan lelaki itu. Ia spontan membuang muka dan tak ingin memandang lebih lama lagi lelaki itu.
"Apa kabar, Tta?" lelaki itu berusaha menyapa lagi selembut mungkin.
Dita hanya melengos. Tak ada keramahan sedikit pun pada lelaki itu. Belum juga mengucap sepatah kata pun untuk menjawab sapaan lembut dari lelaki itu.
"Gimana kabarnya, Tta?" lelaki itu seakan tak mau menyerah, kembali ia menyapa dibuat selembut-lembut mungkin.
Dita masih melengos dan memulai berbicara sinis dengan nada tinggi tapi diusahakan anak-anak di PAUD apalagi jagoannya tidak mendengar pembicaraannya dengan lelaki tersebut.
"Yang pasti dan lebih akurat lagi, kalo gue harus ketemu sama pecundang seperti elo, jelas-jelas kabar gue ga mungkin baik"
"Iya, seperti dugaan gue, elo gak mungkin siap ketemu sama gue" lelaki itu meringis dan kata-katanya melemah.
Dita pun begitu menyeringai seakan harimau yang siap menerkam mangsanya dan mengoyak-ngoyaknya.
"Kalo elo tau dan ngerti akan hal itu, kenapa kali ini lo berani nongolin muka dan harus hadir pula di hadapan gue, hah? Setelah beberapa tahun pergi tak tau rimbanya dan menghilang bagai terkubur bumi! Dasar cowok pengecut, pria tak punya nyali, bukan lelaki tulen..."
"Emang ini pertemuan yang elo ga harapkan sama sekali, Tta. Elo seakan menyaksikan layar lebar bilur kepahitan di masa lalu, yang membuat lo mungkin hancur kembali dan sakit hati, padahal elo mungkin udah usaha mengobatinya, lo juga usaha hapus dan mengubur dalam-dalam kenangan tentang kita " lelaki itu berkata datar sambil memainkan jari jemarinya sesekali usaha memandang Dita yang tak pedulikannya.
"Lo itu emang manusia berhati keji ya, biadab tau ga? Lo ga ada henti-hentinya dan habis-habisnya nyakitin gue dan bikin hidup gue menderita. Lo sekarang sengaja kan melakukan ini, elo tau kalo gue ketemu sama elo lagi, gue akan sakit hati. Dan perasaan gue menjadi hancur remuk berkeping-keping seperti tersambar petir di siang bolong. Elo gak seneng liat gue bisa bahagia, makanya elo sengaja lakukan ini, iya kan?!!!"
"Tta, denger dulu Ta, lo salah paham, gue ga ada maksud..."
"Apa salah paham? Ga ada maksud? Trus kenapa lo mendadak muncul dihadapan gue kalo ga untuk ngehina dan rendahin gue, membuat hidup gue menderita, heh? Asal lo tau Ded, dari dulu ampe sekarang gue ini masih sakit , Ded. Masih sakit, sakit atas perlakuan sikap pengecut lo sama gue, apa itu belom cukup di mata elo, Hah?"
Lelaki itu yang matanya berkaca-kaca ingin berbicara sesuatu tapi keburu Dita yang bicara.
"Gue baru sadar, kenapa juga bertanya bodoh seperti itu sama elo, lo datang dan hadir di hadapan gue , emang untuk gangguin dan buat hidup gue lebih menderita, iya kan?!!"