Dita dan jagoan kecilnya memasuki rumah. Mereka menuju ruang tamu. Dita merasakan pikirannya kalut, resah gelisah gundah gulana. Sendi tubuhnya dirasakan lunglai kemudian merebahkan diri di sofa. Jagoan kecilnya juga terduduk di sofa dan hanya memandangi mamanya. Dita masih memikirkan kehadiran lelaki itu dan berkata dalam hati,
"Kenapa dia harus muncul secara tiba-tiba dan lebih mengejutkan lagi tanpa diduga dia berani mempertanyakan ikhwal jagoannya, ada apa ini? Mimpi buruk apa lagi ini...?"
*
Jagoan kecilnya terlelap menikmati tidur siangnya di atas ranjang. Dita menemani dengan tiduran menyamping sambil sesekali mengusap dahi dan rambut jagoan kecilnya. Hati Dita kembali meraung, terngiang lelaki itu kembali muncul secara tiba-tiba sembari seakan berbisik memperingatkan sesuatu,
"Kau jangan lari dari takdir, Dita. Bagaimanapun dia adalah darah daging gue, buah cinta dan kasih kita, ingat itu Dita..."
Kata-kata itu seakan terus membayangi dan menghantui Dita. Dita berusaha mengelak, memikirkan hal yang lain. Diperhatikan buah hatinya, dirasakannya nafas buah hatinya yang lembut juga teratur, tenang dan murni menandakan betapa buah hatinya menikmati mimpi tidur siangnya. Dilihatnya wajahnya yang masih kelihatan mungil. Akan tetapi, Dita tersadar dan tak sengaja seperti keceplosan suara dalam hatinya,
"Ya ampun, wajah jagoanku ini sama sekali tidak mirip dengan wajahku tapi cenderung lebih mirip dengan dia. Aaah , tidak!"
Dita seakan ingin berteriak keras dalam kegundahannya. Suara dalam hatinya kembali meraung-raung seperti ada dalam perdebatan panjang.
"Dia gak boleh menyentuhnya, memeluknya apalagi merebutnya dariku. Seharusnya dia merasa malu jika sampai melakukan itu. Lagi pula dulu dia meragukannya dan menyangkalnya. Jagoanku hanya mengenal Muda, suamiku sebagai papanya bukan lelaki pengecut dan pecundang seperti dia... Tapi bagaimana pun juga, dia memang ...Ah aku nggak bisa merubah takdir itu, tidak-tidak, dia tidak berhak memperkenalkan dirinya, siapa sebenarnya dirinya itu, itu gak boleh terjadi. Muda juga akan berpikiran yang sama dengan diriku, Si pengecut itu nggak boleh melakukan itu..."
Dita seraya buru-buru menyeruput segelas air putih dan meneguknya sampai habis. Rasanya masih kurang ditambahnya lagi mengambil air mineral dan lagi meneguknya untuk menenangkan pikiran yang memang kalut karena kehadiran sosok lelaki itu. Kata-kata dalam hatinya kembali berontak,
"Kenapa dia berani hadir dan dan tiba-tiba muncul ketika kami tengah berbahagia dengan cinta kami yang tulus dan suci"
*
Lelaki yang sempat menemui Dita memarkir mobilnya di sebuah restoran. Ia nampak singgah di sana. Ia memperhatikan restoran tersebut sampai tak berkedip. Mulai dari ramainya pengunjung, para pelayannya, lebih-lebih plang nama restoran itu yang unik bertuliskan Restaurant DNA. Ia pun melangkah memasuki restoran dengan menyangklong tas ranselnya. Penyambut tamu sudah tersenyum ramah dan mempersilahkan memilih meja yang kosong dan dirasa nyaman. Ia pun menemukan meja yang kosong. Seorang waitress menyodorkan sebuah menu.
Muda tak sengaja melihatnya. Diperhatikan wajah yang tak asing lagi buatnya yang lagi asyik memesan sesuatu di menu yang disodorkan seorang waitress. Waitress juga sibuk mencatat pesanannya. Muda menganggap seseorang yang pernah dikenalnya. Kemudian ia mendekat ke arah meja lelaki itu.
"Ee lo, Ded?" celetuk Muda memasang muka keheranan berdiri di depan lelaki itu yang tengah menunggu pesanan datang.
Lelaki itu juga agak kaget dengan kehadiran Muda. Ia langsung berdiri. Mereka saling berpandangan sejenak tapi lelaki itu tampak sedikit lega karena ia bisa bertemu dengan Muda, ia pun menyapa dengan ramah.
"Hai, Da. Apa kabar?"
Muda berbahasa tubuh sebagai kode menunjukan agar lelaki di hadapannya duduk kembali. Lelaki itu mengerti akan kode itu seraya ia duduk kembali. Muda pun ikutan duduk dan berhadap-hadapan. Muda bersikap santai tapi lelaki itu agak kikuk.
"Ya, seperti yang elo liat, gue sehat dan baik-baik aja. Elo sendiri gimana?"
"Ggue juga sehat!"
"Trus?"