Muda duduk melamun di sudut sebuah balkon restorannya. Ia seakan butuh suasana ketenangan. Mungkin ia saat ini ingin menyendiri dulu. Terngiang kata-kata perpisahan dari Dedy tadi.
"Ok, Da! Ada pertemuan pasti ada perpisahan , elo telah banyak memberi nasehat dan petuah. Gue mau pamit dulu juga mau siap-siap, rencana 2 hari lagi gue langsung ke Belanda, dan elo harus percaya ama gue, gue gak akan usik kebahagiaan elo dan Dita, gue gak mau menambah dosa..."
Berkelebat dalam ingatan Muda tentang 5 tahun sebelumnya ketika mereka masih status siswa SMA. Muda yang berjalan menikmati istirahat jam pelajaran tiba-tiba tak sengaja ditubruk oleh Dita. Muda keheranan dan cemas melihat wajah Dita yang cantik mendadak tersaput awan dan begitu nampak bersedih. Seraya Muda memegang lengan Dita,
"Lo, kenapa Tta, ada masalah?"
Dita hanya menggeleng lemah tak mengeluarkan sepatah kata pun dari bibirnya lalu buru-buru meninggalkan Muda. Muda pun usaha berkata lagi tapi Dita begitu cepat berlalu dari hadapannya. Muda semakin tak mengerti tapi ia melihat Dedy duduk di sudut taman sekolah terlihat kesal sesekali mengacak-acak rambutnya dan berkoar di sudut taman itu. Rupanya Dita baru saja menemui Dedy di sana.
"Pasti mereka berdua ada masalah, pastinya bertengkar ni" rekaan Muda dalam hati.
Muda pun melangkah cepat menghampiri Dedy di sudut taman sekolah sembari langsung duduk di samping Dedy. Dedy agak kaget dengan kehadiran Muda yang main nyelonong saja . Dedy panik juga sambil menyeka keringat dan wajah dengan tangannya.
"Ada apa Ded? Lo habis berantem hingga wajah Dita yang cantik menjadi tersaput awan begitu, skincare nya juga luntur tu..." Muda seakan menggilas langsung menohok ke pokok inti tanpa ada basa basi lagi terasa menggoda juga.
"Ngga, ga da pa-pa, gue ama Dita baik-baik aja, Nita cuma lagi ga enak badan aja" Dedy agak linglung , bola matanya juga bergerak ke kiri dan kanan.
"Dedy Dedy, lo kayak kenal gue kemarin aja, lo dan Dita udah gue kenal ga sehari dua hari tapi udah hampir 2 tahun, jadi lo gak bisa deh nyembunyiin suatu masalah ama gue..."
"Kita berdua ga ada masalah, kita baik-baik aja , SUER...!
"Ya ni anak masi ngeboong juga, kalo gitu ni apa ni, di pipi lo kayak ada bekas tamparan, kayaknya bekas tamparan Dita deh, Wadidaw , Dita pasti marah dan emosi banget sampe sampe nampar lo kayak gini..." Muda begitu menyelidik sambil mencoba memeriksa wajahnya Dedy. Dedy pun menepis tangannya Muda ketika mau menyentuh pipinya yang kemerahan akibat kena gampar.
"Lepas ah, apaan si lo?"
"Kayaknya masalah lo berdua serius banget, buktinya Dita ampe berani gampar lo gitu! Ato jangan-jangan lo selingkuhin dia ya? Wadidaw, ini, ini yang gue dan cewek seluruh dunia kagak demen , yang bikin sakit hati N ngebuktiin kalo cinta itu tak selamanya manis tapi ada pahitnya juga, dan elo masuk kategori cowok jahat..." Muda seakan tak mau menyerah mengorek pengakuan dari sahabatnya itu juga nyeroscos seakan tak bisa rem unek-uneknya. Dedy juga dibuatnya semakin jengkel.
"Apaan si lo, jangan ngarang ya, jangan berprasangka buruk dulu, asal lo tau menuduh tanpa bukti itu termasuk kriminal, bisa-bisa terjerat kasus hoaks"
"Iya deh yang pakar hukum, tapi masa lo tega jeblosin temen sendiri ke pidana dan penjara..."
"Eh, jangan salah persepsi, hukum ga pandang bulu ya, mau temen mau saudara kandung, mau nyokap mau bokap kalo salah ya harus di hukum lah..."
"Oh, ok ok, pak hakim yang arif dan bijaksana"
"Lagian, meski gue cakep, ganteng dan keren habis, gue ini kategori tipe cowok setia pada pilihannya..."
"Huahem, uek ...serasa gue mendadak ngantuk isi mau muntah, ada ga kategori memuji diri sendiri bisa digolongkan riya?"
"Sialan lo...!"
"Trus masalah lo apaan dong, ampe ngebuat Dita sedih dan marah, berani pula nampar lo kalo gak masalah perselingkuhan?"
Dedy memandang Muda sejenak. Ia mengatur nafas dalam-dalam untuk menghilangkan kelinglungannya. Apalagi Muda begitu mengintrogasi dirinya seolah dia seorang penjahat yang baru ditangkap makanya dia harus diadili dan dihujam sejumlah pertanyaan yang menohok.
"Gue juga bingung,Da! Ama Dita?"
"Bingung???"
"Iya begitulah adanya"
"Bingung kenapa?"
Dedy menghembuskan nafas panjang. Bola matanya bergerak ke kiri dan kanan. Jari jemari kedua tangannya juga diselipkan pada sela-sela jemarinya.
"Jadi gini, tadi kan gue cerita ama Dita kalo gue mau dipindahin sekolah ma bokap gue, e dia malah marah-marah dan ga bisa terima..."
Muda agak terkesiap juga. Ia membenahi sikap duduknya dari semula dan menatap tajam pada Dedy.
"Jadi lo mau pindah sekolah?"